Didera Gelombang Demo, Israel dalam Posisi Rentan Diserang Musuh
Keamanan Israel berada dalam bahaya.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri pertahanan Israel yang baru saja dipecat, Yoav Gallant, memperingatkan keamanan Israel berada dalam bahaya. Hal itu sehubungan dengan pergolakan dan gelombang demonstrasi menentang upaya perombakan yudisial yang sudah berlangsung selama tiga bulan terakhir.
“Menurut laporan intelijen, ada identifikasi yang jelas tentang situasi yang menjadi peluang (bagi musuh) untuk menyerang Israel,” kata Gallant saat berbicara dalam pertemuan tertutup Komite Luar Negeri dan Pertahanan Knesset (Parlemen Israel), Senin (27/3/2023), dikutip laman Times of Israel.
Dia secara khusus menyorot tentang potensi ancaman Iran. “Keretakan dalam masyarakat Israel dapat membawa musuh kita ke peluang utama. Iran berusaha mengikis hubungan Israel dan negara-negara Arab,” ucapnya.
Sebelumnya mantan perdana menteri Israel Naftali Bennett menyampaikan hal serupa seperti Gallant. “Negara Israel dalam bahaya besar sejak Perang Yom Kipur. Saya menyerukan Perdana Menteri untuk menarik surat pemecatan Gallant, menangguhkan reformasi (peradilan), dan masuk ke dalam jeda negosiasi sampai setelah (peringatan hari) kemerdekaan,” tulis Bennett di akun Twitter resminya, Ahad (26/3/2023) malam.
Bennett mengatakan, saat ini tidak penting siapa yang benar atau salah. Dia menyerukan pengunjuk rasa dan seluruh warga Israel agar menghindari aksi kekerasan serta pertumpahan darah. “Kita bersaudara,” ujar Bennett.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memecat Yoav Gallant dari jabatannya sebagai menteri pertahanan pada Ahad malam lalu. Gallant dipecat sehari setelah menyuarakan keprihatinan atas proses legislasi yang didorong pemerintahan sayap kanan Netanyahu untuk merombak sistem peradilan di Israel.
Upaya perombakan itu telah diprotes publik Israel. Selama tiga bulan terakhir, puluhan hingga ratusan ribu warga menggelar unjuk rasa di seluruh Israel untuk menggagalkan inisiatif perundang-undangan tersebut.
Karena gelombang demonstrasi tak kunjung redam, Gallant, pada Sabtu (25/3/2023) lalu meminta agar proses legislatif terkait rencana perombakan sistem peradilan dihentikan. Menurutnya, rencana perombakan tersebut membahayakan keamanan negara mengingat jajaran militer juga memprotesnya.
Gallant mengungkapkan, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menolak dan memprotes reformasi peradilan yang didorong pemerintahan Netanyahu. “Saya mendengar suara mereka, dan saya khawatir. Peristiwa yang terjadi dan isu-isu dalam masyarakat Israel tidak luput dari Angkatan Pertahanan Israel. Perasaan marah, sakit, dan kecewa yang belum pernah terjadi sebelumnya telah muncul dari mana-mana,” kata Gallant, dikutip Times of Israel.
Setelah melihat gelombang demonstrasi yang tak kunjung usai selama tiga bulan terakhir, Gallant melihat sumber kekuatan di internal Israel terkikis. “Keretakan yang tumbuh dalam masyarakat kita menembus IDF dan badan keamanan. Ini menimbulkan ancaman yang jelas, langsung, dan nyata terhadap keamanan negara. Saya tidak akan mengulurkan tangan untuk ini,” ucapnya.
Pemerintahan Netanyahu dilaporkan akan mendorong pemungutan suara di parlemen Israel atau Knesset pekan ini. Mereka menargetkan Knesset mengesahkan undang-undang (UU) yang akan memberikan pemerintah keputusan akhir atas semua penunjukan yudisial. Pemerintahan Netanyahu pun mendorong Knesset mengesahkan UU yang akan memberi parlemen wewenang untuk membatalkan keputusan Mahkamah Agung dan membatasi tinjauan yudisial atas UU.
Netanyahu dan sekutunya mengatakan rencana perundang-undangan itu akan mengembalikan keseimbangan antara cabang yudisial dan eksekutif. Selain itu, upaya perombakan sistem hukum tersebut dinilai bakal mengendalikan apa yang mereka lihat sebagai pengadilan intervensionis dengan simpati liberal.
Namun para kritikus mengatakan UU itu akan menghapus sistem check and balances Israel dan memusatkan kekuasaan di tangan koalisi pemerintahan. Mereka juga mengatakan bahwa Netanyahu, yang diadili atas tuduhan korupsi, memiliki konflik kepentingan.