Autisme Bisa Terjadi Akibat Kombinasi Faktor Genetik dan Lingkungan, Kenali Ciri-Cirinya
Anak dengan autisme dapat dikenali melalui beberapa ciri yang menonjol.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada sejumlah faktor yang bisa menjadi penyebab autisme. Orang tua juga bisa mengenali beberapa cirinya.
Konsultan tumbuh kembang pediatri sosial KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo, Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K) mengatakan autisme disebabkan oleh kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan.
"Ada juga faktor risiko dari genetik, faktor ini memiliki peranan penting terhadap risiko kejadian autisme, bisa dari keturunan yang dekat,? kata Rini pada seminar yang disiarkan secara daring, Kamis (6/4/2023).
Selain genetik, ternyata faktor lingkungan seperti penggunaan gawai secara berlebihan, menurut Rini, juga dapat memicu risiko kejadian autisme. Faktor lain yang perlu dicermati adalah stimulasi yang salah.
"Stimulasi itu kan harusnya dua arah, ini hanya satu arah yakni dari penggunaan gawai berlebihan, ini memberikan risiko kemungkinan kejadian autisme," jelas dia.
Lebih lanjut, anak dengan autisme dapat dikenali melalui beberapa ciri yang lumayan menonjol untuk dideteksi. Meski anak dengan kondisi normal terkadang alami masalah serupa, namun keterlambatan kemampuan berbahasa dan kesulitan berkomunikasi menjadi salah satu indikasi kuat terhadap autisme.
Anak dengan spektrum autisme juga mengalami gangguan sosialisasi. Ini membuatnya tidak mampu bersosialisasi dengan teman-temannya maupun orang lain.
Anak autis juga memiliki perilaku yang repetitif atau perilaku yang berulang dan tanpa tujuan. Ini merupakan ciri khas anak dengan autisme.
"Itu adalah beberapa yang ternyata tidak terjadi pada anak pada umumnya, misalnya yang sering kita lihat dia sering menjejer barang-barang. Apa pun benda yang dia lihat sama, dia akan menjejernya," kata Rini.
Deteksi dini, lanjut Rini, penting untuk dilakukan oleh orang tua. Banyak dari ibu dan ayah terlambat dalam menangani anak dengan autisme sehingga kondisi semakin parah hingga anak beranjak remaja.
"Bertindak cepat, jangan menyangkal dan menganggap anak kita baik-baik saja, coba untuk move on dan segera atasi dan meminta pertolongan profesional," ujarnya.
Meskipun data anak dengan gangguan autisme di Indonesia belum pasti, namun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia dengan tingkat pertumbuhan 1,14 persen dapat diprediksi penderita autis di Indonesia berkisar 2,4 juta orang. Peningkatannya sekitar 500 orang per tahun.