Wapres Ma'ruf Amin: Zakat dan Pajak Efektif Tekan Ketimpangan

Wapres imbau semua pihak tingkatkan literasi zakat

Dok.BPMI/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin bicara tentang zakat.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut zakat dalam ekonomi syariah dan pajak sama-sama menjadi alat efektif untuk menekan ketimpangan.

Baca Juga


"Pengembangan ekonomi syariah yang berkontribusi besar untuk mewujudkan keadilan ekonomi, salah satunya adalah zakat. Ekonomi syariah dan pajak sejatinya memiliki napas yang sama. Keduanya didorong, antara lain adalah untuk mengurangi ketimpangan," kata Wapres Ma'ruf Amin di Jakarta, Rabu (3/5/2023).

Wapres Ma'ruf menyampaikan hal tersebut dalam peresmian pembukaan "Asia Pacific Tax Forum ke-14" dengan tema "Membangun Ekonomi Syariah Indonesia di Tengah Dinamika Ekonomi Global".

"Dalam bingkai keadilan ekonomi yang sepatutnya kita wujudkan, kedua instrumen tersebut diharapkan dapat berkontribusi lebih optimal, sehingga menjadi alat yang efektif untuk menaikkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menekan ketimpangan," tegas Wapres.

Menurut Wapres, sebagai instrumen dana sosial syariah, zakat menjadi salah satu bidang yang digarap dengan saksama di Indonesia.

"Zakat sebagai bagian dari rukun Islam memiliki fungsi salah satunya sebagai sarana redistribusi kekayaan. Zakat yang ditunaikan oleh muzaki akan meningkatkan kesejahteraan mustahik dan umat," ungkap Wapres.

Dalam konteks kebijakan fiskal, zakat adalah salah satu instrumen yang fungsi awalnya menyerupai instrumen fiskal yang ada saat ini. Sejarah pengelolaan keuangan publik Islam menunjukkan, zakat menjadi instrumen kebijakan fiskal yang berfungsi sebagai sumber pendapatan sekaligus sumber pengeluaran negara.

"Pada sisi pendapatan, zakat merupakan bagian yang dihimpun oleh amil dari harta kena zakat yang dibayarkan oleh muzaki. Pada sisi pengeluaran, zakat yang dicatat adalah besaran distribusi zakat kepada delapan golongan asnaf, penerima zakat," kata Wapres menjelaskan.

Bagi Indonesia, menurut Wapres, meski bukan bagian dari anggaran negara, zakat sangat bisa menjadi salah satu instrumen penyokong kebijakan fiskal.

"Yakni melalui perannya, dalam membantu pemerintah pada pos-pos tertentu yang sesuai dengan peruntukan zakat, seperti pengentasan kemiskinan, stunting, dan perlindungan sosial," ujar Wapres.

Wapres menyebut selama 2022, BAZNAS dan seluruh pengelola zakat telah melakukan pengentasan kemiskinan kepada kurang lebih 463 ribu mustahik fakir miskin, di mana sekitar 194 ribu di antaranya merupakan orang miskin ekstrem. Angka tersebut memberikan kontribusi sebesar 1,76 persen terhadap pengentasan kemiskinan nasional per September 2022.

"Zakat bahkan dikatakan mampu menjadi 'stabilisator otomatis fiskal'. Dana zakat akan dibelanjakan kepada kelompok miskin, sehingga konsumsi kelompok ini dapat terus berjalan tanpa terlalu terpengaruh oleh kondisi ekonomi, sehingga membuat situasi menjadi lebih stabil," kata Wapres.

Sedangkan dalam kaitannya dengan pajak, fungsi zakat dapat dikatakan beririsan dengan fungsi pajak, yakni meredistribusi kekayaan. Praktik di sejumlah negara menunjukkan, zakat dapat mengurangi pajak penghasilan, misalnya di Malaysia.

"Melihat besarnya potensi penghimpunan zakat di Indonesia, saya menilai penting adanya kajian kebijakan dan rekomendasi konkret, terkait relasi ideal antara zakat dan pajak ke depannya," kata Wapres.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler