KRPI Sebut RUU Kesehatan Berpotensi Pangkas Kewenangan Presiden
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan tidak akan lagi bertanggungjawab ke Presiden.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan berpotensi memangkas kewenangan presiden. Terutama terkait BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Ketua Umum KRPI Rieke Diah Pitaloka menuturkan, BPJS sebelumnya bertanggungjawab secara langsung kepada Presiden. Namun, dalam RUU Kesehatan tanggung jawab tersebut diberikan kepada menteri terkait.
Yakni Menteri Kesehatan untuk BPJS Kesehatan dan Menteri bidang Ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan. "Ini berpotensi memangkas wewenang Presiden. Berdasar Undang-Undang BPJS, BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola iuran pekerja dan pemberi kerja harus berada di bawah Presiden. BPJS Kesehatan sebagai pengelola iuran pekerja, pemberi kerja dan penerima Bantuan Iuran harus berada di bawah Presiden," tutur Rieke Diah Pitaloka dalam keterangan, Ahad (7/5/2023).
Rieke menambahkan, dalam RUU Kesehatan, ketika BPJS bertanggungjawab pada menteri, maka pertanggungjawaban tersebut meliputi program dan pengelolaan keuangan. "Potensi dana amanah bermasalah, dana amanah jaminan sosial dan aset netto (pencatatan pembukuan akhir tahun 2022), BPJS Kesehatan sebesar Rp 200 triliun dan BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 645 triliun," tegas dia.
Selain terkait kewenangan presiden dan pengelolaan dana amanah BPJS, KRPI juga menyoroti nasib tenaga kesehatan dalam RUU ini. Ia memastikan pemerintah bersama DPR harus menjamin nasib nakes jika RUU Kesehatan itu resmi menjadi undang-undang (UU).
Selain itu, pemerintah dan DPR perlu berkomitmen untuk tidak mengutak-atik dana amanah di BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. "KRPI menilai adanya potensi dana amanah dalam pengelolaanya menjadi bermasalah. Kami khawatir dana amanah itu terindikasi seperti pada kasus ASABRI dan dana pensiun Taspen," kata Rieke.
Pengesahan RUU Kesehatan akan mencabut empat UU, yakni UU Tenaga Kesehatan (99 Pasal), UU Praktik Kedokteran (88 Pasal), UU Kebidanan (80 Pasal), dan UU Keperawatan (66 Pasal).
"Seluruh pasal dalam undang-undang tersebut dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pula. KRPI menilai, muatan RUU Kesehatan yang berpotensi dapat melemahkan tenaga kesehatan," tutur dia.
KRPI mengajak seluruh elemen mendukung dan berjuang bersama tenaga kesehatan di seluruh Indonesia untuk mengawal pembahasan RUU Kesehatan. KRPI juga meminta seluruh pihak tetap mengawasi agar jaminan sosial tetap diatur sesuai UU SJSN dan UU BPJS.
"Perjuangan ini untuk memenuhi prinsip meaningful participation, mendukung Pemerintah dan DPR RI (Panja Komisi IX) membuka ruang diskusi dan ruang partisipasi masyarakat seluas-luasnya," tegasnya.