KPAI: Pencabutan KJP Bagi Siswa Ketahuan Merokok Harus Diimbangi Fasilitas Rehabilitasi
Anggaran perlindungan khusus anak yang menjadi korban rokok juga masih minim.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra meminta kebijakan pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi siswa yang ketahuan merokok harus diimbangi dengan penyediaan fasilitas rehabilitasi untuk menghentikan kecanduan merokok. Anggaran perlindungan khusus anak yang menjadi korban rokok dan produk serupa rokok juga dinilai masih minim.
"Kita memutus rokok dengan memberi sanksi anak, tetapi akses anak untuk rokok tetap tersedia, mereka yang disetop anggaran KJP-nya, tetapi tidak bisa rehab dan pada akhirnya efek candu itu terus menghantui, yang berakibat rokok tidak bisa lepas dari genggaman anak," kata Jasra, Selasa (9/5/2023).
Pihaknya menambahkan, anak yang kecanduan merokok berpotensi memiliki kecanduan terhadap zat adiktif lain yang lebih berbahaya. "Efek candunya ketika tidak dipulihkan akan menjadi pembuka untuk industri candu lainnya. Sehingga jangan sampai kebijakan ini seperti menggarami lautan," kata Jasra Putra.
Pihaknya mengkritisi pemerintah yang telah berkomitmen untuk menjauhkan rokok dari anak, namun anggaran perlindungan khusus anak yang menjadi korban rokok dan produk serupa rokok masih minim. Padahal, menurutnya, pemasukan dari cukai rokok sudah sangat besar, namun tempat rehab yang layak bagi anak yang kecanduan merokok masih belum tersedia.
"Besarnya anggaran tersebut belum mencerminkan komitmen adanya tempat rehab yang layak bagi anak yang kecanduan produk yang berdampak besar pada lingkungan dan kesehatan anak ini," katanya.
KPAI pun mendorong agar pemerintah melaksanakan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59 Ayat 2 menyatakan pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga negara lainnya, berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan Perlindungan Khusus Anak, yang di dalamnya ada 15 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, termasuk anak perokok.
"Anak-anak tersebut wajib dilindungi, dipulihkan, diberi akses rehabilitasi, dipulihkan, guna tegak lurus negara pada konstitusi tentang sikap anti diskriminasi pada anak," katanya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Harton menegaskan, pihaknya akan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus bagi pelajar perokok. "Saya minta ke Kepala Dinas Pendidikan, kalau murid yang mendapatkan KJPPlus itu kedapatan merokok, KJP-nya wajib dicabut. Supaya kita berikan ke anak lain, karena kemampuan Pemda terbatas," kata Heru saat memberi sambutan pada Konferensi Kerja Provinsi (Konkerprov) ketiga Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) DKI Jakarta Masa Bakti XXII Tahun 2023 di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Selain itu, Heru berharap KJPPlus dapat disalurkan kepada orang yang tepat dengan melakukan diskusi antara guru dengan murid agar mengetahui kendala yang dialami mereka. "Simpel saja saya minta. Kita ada KJP, pastikan itu sampai kepada mereka. Bagaimana caranya? Lima menit di setiap guru, setiap kelas, setiap hari panggil anak murid cerita apa saja di depannya," tegas Heru.
Dalam kesempatan tersebut, Heru juga bercerita ia pernah berbicara dengan siswa yang mendapatkan kekerasan saat dirinya menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Utara pada 2014. "Waktu Wali Kota di Jakarta Utara 2014, karena saya ajak bicara anak itu, bicara di depan dan dia bilang mendapatkan kekerasan," ujar Heru.
Lebih lanjut, Heru meminta guru DKI Jakarta untuk mendengarkan dan memerhatikan siswanya agar dana KJP tidak digunakan untuk hal lain. "Tugas guru di DKI, minimal mendengarkan cerita anak sambil melihat kondisi anak ini. Apalagi murid itu mendapatkan KJP, simpel kok bajunya lusuh, kan sudah ada KJP. Sampai gak? Jangan-jangan dibelikan rokok," ucap Heru
Data Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta pada awal Maret tahun ini menyebutkan, total penerima KJPPlus sebanyak 803.121 siswa. Mereka berasal dari sekolah negeri dan swasta.
Besaran dana yang diterima bagi siswa SD/MI sebesar Rp 250 ribu, SMP/MTs Rp 300 ribu dan SMA/MA sebesar Rp 420 ribu. Adapun bagi siswa SMK sebesar Rp 450 ribu dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) sebesar Rp 300 ribu
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan berpendapat kebijakan itu merupakan langkah yang tepat.
"Ini langkah awal yang tepat. Sudah dibantu KJP, tapi malah dipakai beli rokok, ini kan enggak bener," kata Tigor dalam keterangannya, dikutip Ahad (7/5/2023).
Menurut pengamatannya, di lingkungan rumahnya yang dekat dengan sekolah, Tigor kerap kali melihat para pelajar setingkat SD hingga SMP nongkrong sambil merokok. Hal itu dinilai sangat memprihatinkan serta menunjukkan, bahwa rokok sangat mudah diakses oleh kalangan anak-anak di Jakarta.
Lebih lanjut, Tigor mengimbau agar para orang tua dan guru untuk dapat memperketat pengawasan terhadap anak-anaknya. Dia mewanti-wanti jangan sampai para generasi muda salah dalam pergaulan yang berawal dari coba-coba merokok, lalu terjerumus ke narkoba bahkan tindakan pidana lainnya.
"Anak-anak akan menjadi generasi penerus Indonesia emas 2045. Bagaimana kita mendapatkan generasi yang sehat, jika dari kecil sudah merokok," tutur dia.
Dia pun meminta Pemprov DKI Jakarta serta DPRD DKI Jakarta untuk berperan dengan tangkas dalam meminimalisasi jumlah perokok anak-anak yakni melalui aturan yang tegas. Utamanya dengan segera mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Pasalnya Perda tersebut mandeg selama lebih dari satu dekade.
Menurut Tigor, Perda KTR Jakarta akan dapat mengendalikan serta mengatur penjualan dan iklan rokok. Sehingga anak-anak tidak dapat melihat, mengakses, apalagi membeli rokok. Selain itu, orang juga tidak bisa merokok di sembarang tempat, yang bisa menjadi contoh buruk bagi kalangan anak-anak.
"Sudah 13 tahun rancangan Perda KTR Jakarta ini dibahas dan belum disahkan juga oleh DPRD Jakarta, saya berharap segera disahkan," ujar dia.