Pengamat: Pilpres 2024 akan Berat Bagi Pihak yang Berseberangan dengan Jokowi
Nasdem dinilai mulai merasakan dampak dari mendukung Anies Baswedan sebagai capres.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang dinilai akan berat bagi pihak yang berseberangan dengan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai hal ini sudah mulai nampak dan dirasakan Partai Nasdem yang sebelumnya menjadi bagian dari Pemerintahan kemudian berbalik mendukung calon presiden Anies Baswedan.
Ujang mengatakan, meskipun penetapan tersangka Johnny G Plate murni persoalan hukum karena diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah, tetapi juga tidak lepas dari persoalan politik yang kini diambil Partai Nasdem.
"Saya sih melihat awalnya dari soal politik dari soal pencapresan Anis Baswedan yang terus katakan diganggu, dikerjai sehingga ber-impact pada persoalan hukum Johnny G Plate. Memang itu hukum, ada dugaan kerugian negara tetapi tidak lepas dari persoalan politik soal pencapresan Anies Baswedan," ujar Ujang kepada Republika, Jumat (19/5/2023).
Ujang meyakini, seandainya Partai Nasdem mendukung calon presiden dari kelompok yang istana atau Jokowi, maka partai besutan Surya Paloh tersebut akan aman-aman saja. Hal ini kata dia, terbukti Nasdem yang tetap aman sebelum akhirnya peta politik berubah sejak Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan.
Ujang membeberkan, Nasdem sudah mulai tidak diundang dalam pertemuan yang digagas Presiden Jokowi maupun koalisi Pemerintah Jokowi-Ma'ruf. Bahkan Jokowi juga sudah secara terang-terangan menyebut Nasdem sudah bukan bagian dari koalisi karena telah bergabung bersama PKS dan Demokrat mengusung Anies.
"Seandainya Nasdem dulu tidak mencapreskan Anies atau masih dalam kekuasaan mendukung capres yang didukung oleh kelompok istana ya kemungkinan besar ya kasus-kasus Nasdem itu akan aman," ujarnya.
Menurut Ujang, seperti halnya kasus-kasus lain yang melibatkan banyak petinggi partai lain tetapi tidak ditindaklanjuti lantaran sekubu dengan pemerintahan. Namun, berbeda cerita jika tidak sejalan.
"Sama dengan kasus lain yang melibatnya banyak kelompok istana yang dipeti-eskan, itu kan banyak yang dibiarkan, tidak diusut, tidak diungkap, tetapi kalau mereka berseberangan menjadi oposisi pasti akan diangkat juga," ujarnya.
Ujang melanjutkan, saat ini sudah bukan rahasia umum jika persoalan hukum menjadi alat politik bagi mereka yang tidak sejalan dengan kekuasaan. Ujang pun menyesalkan praktik ini masih terjadi di Indonesia saat ini.
"Kan bukan rahasia umum lagi, bukan tabu juga masyarakat pun sudah tahu, elite politik itu sudah paham terkait dengan persoalan seperti ini, ini kan terjadi pada setiap pemerintahan pada setiap rezim, bahwa ya hukum terkadang dimainkan untuk kepentingan kekuasaan," ujarnya.
"Tetapi ini yang tidak bagus di kita, karena hukum masih menjadi alat politik. Mestinya hukum harus tegak di atas keadilan seperti itu," ujarnya.
Kendati dikait-kaitkan dengan pilihan politik Nasdem, baik pihak pemerintah maupun Kejaksaaan Agung menegaskan jika penetapan tersangka Sekjen Partai Nasdem itu tidak terkait politik. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sudah menegaskan, penetapan tersangka Johny G Plate tidak ada kaitannya dengan politisasi hukum.
Mahfud mengakui telah mengikuti kasus dugaan korupsi tersebut cukup lama. Mahfud menambahkan, bahwa hukum tak memandang kondusifitas politik. Menurut dia, kasus tersebut nantinya dapat dibuktikan di pengadilan.
Kemarin,, Presiden Joko Jokowi juga meyakini Kejaksaan Agung (Kejagung) bekerja secara profesional dan terbuka dalam penyelidikan kasus korupsi yang menjerat Johnny Plate. "Yang jelas Kejaksaan Agung pasti profesional dan terbuka terhadap semua yang berkaitan dengan kasus itu," kata Jokowi.