Kasus Impor Emas Diduga Libatkan Petinggi BUMN
Emas senilai Rp 47,1 triliun diduga diselundupkan dengan cara menukar koder impornya.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Bambang Noroyono, Intan Novita, Deddy Darmawan Nasution
Anggota Komisi III DPR Santoso meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) tak tebang pilih dalam pengusutan kasus impor emas. Sebab, ia menduga adanya indikasi terlibatnya petinggi BUMN dalam kasus korupsi pengelolaan emas yang disebut terkait kegiatan ekspor-impor komoditas logam mulia.
"Aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk mengusut siapa saja pelaku importasi emas ini," ujar Santoso saat dihubungi, Selasa (23/5/2023).
"Meskipun terindikasi bahwa para petinggi BUMN yang terlibat akan sulit dijadikan tersangka, karena dilindungi oleh parpol yang saat ini menjadi bagian dr kolaisi pemerintah," sambungnya.
Santoso sendiri menjadi salah satu pihak yang menyuarakan pengusutan kasus korupsi emas tersebut sejak 2021. Di mana saat itu, Komisi III tengah rapat kerja dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Jelasnya, kasus tersebut terendus pada pertengahan Juni 2021 saat PT Aneka Tambang Tbk (Antam) disebut-sebut terlibat dalam skandal impor emas. Perusahaan pelat merah itu diduga menggelapkan produk emas setara Rp 47,1 triliun dengan cara menukar kode impornya.
Tujuan penukaran tersebut untuk menghindari bea dan pajak penghasilan (PPh) impor. Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga ikut terlibat.
"Kasus importasi emas yang merugikan negara triliunan ini tidak boleh dipeti eskan. Negara harus hadir kalau tidak mau dianggap melakukan penegakan hukum yang tebang pilih jika kasus ini tidak dilanjutkan," ujar Santoso.
Diketahui, Kejagung memeriksa satu pihak swasta dari PT Suka Jadi Logam (SJL) dalam lanjutan penyidikan korupsi dalam pengelolaan komoditas emas. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa inisial HMT dalam penyidikan dugaan korupsi ekspor terkait ekspor-impor komoditas logam mulia yang ditaksir merugikan negara senilai Rp 47,1 triliun itu.
"HMT diperiksa sebagai saksi dari PT Suka Jadi Logam,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Huku (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, pada Senin (22/5/2023).
Korupsi pada bidang pengelolaan komoditas emas ini, dalam penyelidikan Jampidsus-Kejakgung sejak 2021. Penyidik Jampidsus, pada Oktober 2021 lalu pernah menyampaikan dugaan korupsi terkait komoditas emas tersebut ditaksir merugikan negara Rp 47,1 triliun. Penyelidikan kasus tersebut naik ke level penyidikan pada 10 Mei 2023 lewat penerbitan Sprindik Print-14/Fd.2/05/2023.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus ini. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.
Pada April 2023, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga mengungkapkan, adanya aliran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Dirjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut, terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Namun Febrie menerangkan, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya, dari kasus yang penyelidikannya dilakukan tim di Jampidsus sejak 2021 tersebut. Akan tetapi, dikatakan dia, kasus itu saling beririsan.
“Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie menambahkan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada Satuan Tugas Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU).
“Saya kira dengan telah dibentuknya Satgas TPPU oleh Menko Polhukam, maka satgas lah yang akan memberikan informasi tersebut,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (23/5/2023).
Satgas tersebut akan bertugas melakukan supervisi penanganan dan penyelesaian seluruh laporan hasil analisis dan laporan hasil pemeriksaan yang berisi laporan transaksi keuangan mencurigakan. Sebanyak 12 ahli dalam satgas adalah Yunus Husein, Muhammad Yusuf, Rimawan Pradiptyo, Wuri Handayani, Laode M. Syarif, Topo Santoso, dan Gunadi. Kemudian Danang Widoyoko, Faisal H. Basri, Meuthia Ganie Rochman, Mas Achmad Santosa, dan Ningrum Natasya Sirait.
Satgas akan bekerja sampai akhir tahun ini. Satgas itu diberi tugas melaksanakan supervisi dan evaluasi penanganan laporan hasil analisis, laporan hasil pemeriksaan, dan informasi dugaan TPPU. Seluruhnya dilakukan berdasar data yang telah disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
PT Aneka Tambang (Antam) juga sudah angkat bicara setelah terseret kasus dugaan korupsi emas senilai Rp 47,1 triliun. Perusahaan menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang berlangsung dan siap bekerja sama selama proses penyidikan.
Corporate Secretary Division Head Antam, Syarif Faisal Alkadrie, menuturkan, perseroan menghormati dan mengikuti proses yang kini tengah berjalan serta berkomitmen bekerja sama dengan pihak terkait.
Syarif menambahkan, kasus hukum yang melibatkan perseroan itu pun tak berdampak terhadap operasional perusahaan. Perusahaan tetap menjalankan layanan optimal ntuk memastikan layanan konsumen berjalan normal.
"Operasional perusahaan saat ini berjalan seperti biasa, perusahaan senantiasa berkomitmen menciptakan praktik bisnis sesuai good corporate governance dengan mematuhi peraturan yang berlaku dalam setiap lini bisnis perusahaan," kata Syarif, Senin (22/5/2023).
Kasus impor emas ilegal sebagai bagian dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) pertama kali diungkap oleh Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Mahfud MD saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR pada 29 Maret 2023. Saat itu, Mahfud menyebut nilai TPPU di kasus ini mencapai Rp 189 triliun.
"Apa itu emas? Ya. Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah," ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, pihak bea cukai berdalih bahwa impor yang dilakukan adalah emas murni, bukan batangan. Di mana kemudian, emas batangan tersebut dicetak oleh sebuah perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.
"Dicari ke Surabaya, ndak ada pabriknya dan itu nyangkut uang miliaran Saudara, ndak diperiksa," ujar Mahfud.
Merespons keterangan Mahfud, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan akan melakukan koordinasi lanjutan dengan PPPATK untuk pendalaman lebih lanjut dalam kasus transaksi emas senilai Rp 189 triliun guna menentukan langkah hukum berikutnya.
"PPATK dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di bawah koordinasi Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) akan terus melakukan koordinasi lanjutan untuk melakukan pendalaman, terutama menyangkut hasil dari proses hukum yang sudah dilakukan, data-data yang ada, serta hasil analisa," ungkap Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Menurutnya, transaksi emas senilai Rp 189 triliun sebelumnya sudah ditindaklanjuti, namun masih akan didalami lebih lanjut untuk melihat kemungkinan pelanggaran lainnya. Adapun transaksi ini merupakan bagian dari transaksi janggal di Kemenkeu yang senilai Rp 349 triliun dalam surat PPATK sejak tahun 2009-2023.
Sri menjelaskan, dari keseluruhan transaksi janggal di Kemenkeu selama periode tersebut, terdapat transaksi janggal senilai Rp 253 triliun dari 65 surat PPATK pada periode 2009-2023 tentang perusahaan atau korporasi untuk ditindaklanjuti oleh Kemenkeu. Dari 65 surat, ada salah satu surat yang menonjol berisi transaksi debit kredit operasional perusahaan atau korporasi dengan transaksi terbesar Rp189 triliun yang menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu, terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Surat tersebut bermula dari kegiatan analisis intelijen dan pengawasan lapangan DJBC terhadap ekspor emas, dimana pada tanggal 21 Januari 2016 Bea Cukai Soekarno Hatta (Soetta) melakukan penangkapan dan penindakan atas ekspor emas melalui kargo Bandara Soetta atas nama PT X. Penangkapan dan penindakan ini, sambung Sri Mulyani, sudah dilanjutkan dengan proses penyidikan dan pengadilan, mulai dari Pengadilan Negeri pada tahun 2017 sampai dengan Mahkamah Agung.
"Hasilnya, untuk putusan akhir terhadap pelaku perorangan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Sementara putusan akhir terhadap pelaku korporasi dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana sebesar Rp 500 juta," tuturnya.
Setelah proses penangkapan dan peradilan tersebut, tambah Menkeu, DJBC bersama PPATK melakukan pendalaman dan membangun kasus tersebut kembali atas perusahaan-perusahaan terkait yang berafiliasi. Bea Cukai juga melakukan pengetatan dan pengawasan impor emas melalui jalur merah, dimana emas tersebut secara fisik dibuka dan dilihat untuk memastikan barangnya sama dengan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).