Pakar Hukum Curigai Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK Terkait 2024

Denny menduga ada kasus yang perlu dikawal agar tidak menyasar kawan koalisi.

ANTARA/Sigid Kurniawan
Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana mengaku mencurigai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bagian strategi pemenangan Pilpres 2024.
Rep: Wahyu Suryana Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana mencurigai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024. MK telah mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengenai perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.

"Sudah saya sampaikan dalam banyak kesempatan bahwa saat ini penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024," kata Denny kepada Republika.co.id, Kamis (25/5/2023).

Ia menerangkan, ada dua norma UU KPK yang diubah melalui Putusan MK 112/PUU-XX/2022 itu. Satu, syarat minimal jadi pimpinan KPK bukan hanya minimal 50 tahun, tapi bisa diikuti bagi yang sudah pernah menjabat.

Melalui putusan demikian, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron bisa mengikuti lagi seleksi pimpinan KPK meskipun belum berumur 50 tahun. Sebab, ia mengingatkan, saat ini Nurul sudah menjabat sebagai komisioner KPK.

Menurut Denny, atas putusan itu, semua hakim sepakat, termasuk Saldi Isra, meski ajukan alasan berbeda. Atas soal batas umur minimal, persoalan lebih sederhana dan hanya menunjukkan inkonsistensi dari putusan-putusan MK sebelumnya.

Baca Juga


Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersiap memimpin jalannya sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/1/2023). - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Yaitu, lanjut Denny, soal syarat umur adalah open legal policy. Artinya, dibebaskan kepada politik hukum pembuat undang-undang untuk merumuskan dan menentukan norma hukumnya. Ia menilai soal yang kedua lebih problematik.

Masa jabatan pimpinan KPK berubah dari awalnya hanya empat tahun menjadi lima tahun. Artinya, jabatan pimpinan KPK sekarang, Firli Bahuri cs, yang kebanyakan berakhir Desember 2023 mendapatkan tambahan satu tahun.

"Alias mendapatkan gratifikasi perpanjangan masa jabatan melalui putusan ini. Putusan atas norma ini membelah MK dengan empat hakim memberikan dissenting opinion, yaitu Saldi Isra, Suhartoyo, Wahiduddin Adam, dan Enny Nurbaningsih," ujar Denny.

Ia berpendapat, secara hukum, norma masa jabatan pimpinan KPK berlaku sejak putusan MK dibacakan. Karena itu, masa jabatan beberapa pimpinan yang berakhir Desember 2023 kini berubah lima tahun dan berakhir Desember 2024.

Terkait dengan pemenangan Pilpres 2024, Denny menduga karena ada kasus-kasus di KPK yang perlu dikawal agar tidak menyasar kawan koalisi. Selain itu, ia mencurigai hal ini akan diatur agar dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024.

Menurut Denny, jika proses seleksi tetap harus dijalankan saat ini dan terjadi pimpinan KPK di Desember 2023 maka strategi menjadikan KPK sebagai bagian dari strategi merangkul kawan dan memukul lawan itu berpotensi berantakan. "Terlebih jika pimpinan KPK yang terpilih tidak sejalan dengan grand design strategy pemenangan Pilpres 2024 tersebut," kata Denny.

Tentu, lanjut Denny, akan lebih aman jika pimpinan KPK yang sekarang diperpanjang hingga selesainya Pilpres di 2024. Karena itu, putusan MK yang mengubah masa jabatan sudah memenuhi kepentingan strategi pilpres.

Sejumlah mahasiswa dari berbagai organisasi mahasiswa membawa poster saat berunjuk rasa menolak sikap Ketua KPK Firli Bahuri yang secara sepihak memecat Direktur Penyelidikan (Dirlidik) KPK Brigjen Pol Endar Priantoro di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/4/2023). Mereka menuntut Dewan Pengawas KPK untuk memberikan sanksi kepada Firli karena dinilai telah bersikap otoriter dan membawa KPK terlibat dalam politik praktis. - (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

"Yang menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024," ujar Denny.

Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengaku tak tahu argumentasi MK memutuskan hal tersebut. "Saya tidak tahu, argumentasinya belum tahu, tapi keputusan MK bersifat final dan mengikat. Kalau sudah final dan mengikat, ya, kita mau ngomong apa?" ujar Bambang di ruangannya, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Namun, ia menyampaikan, Komisi III memiliki alasan tentang masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun. Hal tersebut sudah dijelaskan dalam pembahasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Maka sikap DPR sudah disampaikan melalui Komisi III dan itu historical. Pembuatan undang-undangnya itu sudah pasti disampaikan di dalam MK sebelum ambil putusan mengundang pihak-pihak terkait," ujar Bambang.

Kinerja KPK menjadi sorotan publik. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler