Di Balik Teguran untuk Nabi Musa Ketika Merasa Paling Pandai dan Benar
Kisah teguran Allah SWT untuk Nabi Musa diabadikan dalam Alquran
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kisah Nabi Musa dipertemukan Nabi Khidir Alaihimassalam mengandung hikmah mendalam, salah satunya tentang pentingnya pembelajaran sepanjang hayat.
Syahdan, Nabi Musa AS akan meninggalkan tanah Bani Israel untuk mengarungi lautan selepas menyampaikan khutbah.
Ketika itu, berkata seorang dari kaumnya. "Wahai Musa, apakah kau mengetahui manusia yang lebih pandai darimu?" Musa menjawab, "Tidak, demi Allah, saya tidak tahu siapa yang lebih pandai dariku." Allah SWT pun menegur Musa dari langit ketujuh. Allah SWT berkata, "Wahai Musa, Khidir di pertemuan dua buah lautan lebih pandai darimu. Pergilah kau kepadanya dan timbalah ilmu darinya."
Musa berkata, "Tuhanku, bagaimana aku mengetahuinya jika aku bertemu dengannya?" Dijawab, "Wahai Musa, bawalah seekor ikan dan letakkan di keranjang. Jika kau telah kehilangan ikan tersebut, kau telah berjumpa dengan Khidir."
Musa mengambil ikan yang diasinkan lalu diletakkan di atas keranjang. Pembantunya Yusya bin Nuun membawa makanan dan pergi bersamanya. Mereka berdua berjalan jauh. Saat kelelahan di perjalanan, Musa berkata kepada pembantunya.
لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun" (QS al-Kahfi 60).
Musa pun mengambil ikan yang diasinkan lalu diletakkan di keranjang. Pembantunya, Yusya bin Nuun, membawa makanan dan pergi bersamanya. Mereka berdua berjalan jauh.
Di tengah perjalanan, mereka kelelahan. Musa berkata kepada pembantunya:
لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun" (QS al-Kahfi ayat 60).
Musa pun berjalan bersama muridnya hingga menemukan lokasi itu. Mereka tertidur karena sangat letih. Ketika mereka sedang beristirahat, ikan itu terciprat mata air.
Dia pun hidup dan loncat dari keranjang ke dalam laut. Yusya' terbangun dan mencari ikan yang sudah lompat tersebut.
Setelah itu, Musa dan Yusya' melanjutkan perjalanan hingga lupa dengan ikannya.
فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini." (QS al-Kahfi 62).
قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا
Yusya menjawab, "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali." "Musa berkata, Itulah (tempat) yang kita cari" (QS al-Kahfi 63-64).
Mereka kembali menelusuri tempat mereka semula. Mereka kemudian bertemu dengan seorang hamba yang diberikan rahmat dan diajari ilmu. Dialah Khidir AS.
Allah SWT menggabungkan keduanya dalam diri Khidir agar menjadi panutan Musa AS. Musa pun meminta izin kepada Khidir agar mengikutinya. Dia meminta agar Khidir mengajarkan kepadanya ilmu yang benar sesuai apa perintah Allah SWT. Khidir menjawab,
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku" (QS al-Kahfi ayat 67).
Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh
Musa lantas mengikuti Khidir AS dengan syarat tidak bertanya apa pun hingga diterangkan oleh Khidir. Mereka menaiki perahu tanpa membayar.
Di atas perahu, Khidir mencopot beberapa papan perahu yang bisa menyebabkan mereka tenggelam. Musa terperanjat seraya berkata:
أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا "Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar!" (QS al-Kahfi ayat 71). Khidir menjawab:
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا "Bukankah aku telah berkata, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku" (QS al-Kahfi ayat 72).
Mereka pun turun dari perahu. Ketika berjalan menelusuri pantai, terlihat seorang anak bermain dengan teman-temannya.
Khidir menghampirinya dan memukulnya hingga jatuh ke tanah. Dia pun mematahkan kepala anak itu hingga mati.
أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا "Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar" (QS al-Kahfi ayat 74).
Khidir pun mengulangi persyaratan antara mereka jika Musa tak boleh bertanya. Untuk kedua kalinya, Musa berkata:
قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah ini, janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu. Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku" (QS al-Kahfi ayat 76).
Mereka pun melanjutkan perjalanan hingga sampai ke suatu desa. Di desa itu penduduknya amat kikir. Mereka tidak memberi makan tamu, tidak memberi minum orang yang kehausan, dan tidak menerima orang asing.
Di tempat itu Khidir justru membangunkan kembali dinding miring yang hampir roboh. Dia mengembalikannya ke keadaan semula.
Penjelasan yang dinanti Musa pun disampaikan. Khidir memerincinya dengan tiga jawaban. Kapal yang dirusak merupakan kepunyaan orang-orang miskin.
Khidir menenggelamkannya karena takut akan adanya perompak. Berikutnya, anak kecil itu dibunuh Khidir karena akan tumbuh bak akhlak orang kafir meski orang tuanya mukmin.
Khidhir pun menjelaskan, relalah setiap orang dengan qadha Allah SWT. Bagi setiap mukmin, qadha Allah SWT atas apa yang dia benci lebih baik dari qadha-Nya atas apa yang disuka.
Terakhir, dinding itu diperbaiki karena ternyata ada harta simpanan anak yatim di bawah kota itu. Jika dinding itu jatuh, harta benda itu akan terlihat orang dan dicuri. Tegaknya kembali dinding itu merupakan upaya untuk memelihara harta benda mereka.
Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam
Kisah ini mengandung begitu banyak hikmah. DR Aidh al-Qarni dalam buku Sentuhan Spiritual Aidh al-Qarni terbitan Al Qalam menjelaskan, pelajaran pertama dari kisah ini, yakni ketegaran Musa yang rela meninggalkan bangsa dan negerinya untuk menuntut ilmu dari Nabi Khidir. Padahal, Musa merupakan nabi dengan pengikut yang banyak.
Pelajaran berikutnya, yakni bagaimana kita harus mencontoh Nabi Musa dan orang-orang terdahulu dalam upaya mencari ilmu. Pada masa sekarang jutaan buku telah dicetak, hadis-hadis telah dikukuhkan kebenarannya, hingga adanya katalog yang memudahkan pelajar untuk mencari suatu hadis membuat tidak ada uzur dalam mempelajari ilmu agama.
Imam Ahmad menggeluti pergumulan hadis selama 40 tahun. Dia mengembara ke Mesir, Irak, Syam, Khurasan, Hijaz, dan Shan'a di Yaman untuk mengum pulkan hadis demi hadis sehingga kitabnya, al-Musnad mencerahkan dunia.