Guru Besar UI Analisis Kegagalan Pembangunan Depok 20 Tahun di Bawah PKS
Guru Besar UI menganalisis kegagalan pembangunan Depok di bawah PKS selama 20 tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Prof Hamdi Muluk mengatakan, hingga kini belum ada perubahan signifikan yang terjadi di Kota Depok selama dua dekade dipimpin kader-kader PKS. Bahkan kondisi daerah penyangga Jakarta ini dikatakannya seperti jalan di tempat.
"Nggak banyak (perubahan) bahkan di bawah PKS nggak ada sesuatu yang impresif. Bahkan secara kasat mata, ini kayak jalan di tempat Depok itu. Tangerang sudah maju lebih impresif, Bekasi sudah maju. Ini jalan di tempat. Ada apa gitu, nggak ada terobosannya," kata Hamdi Muluk, Jumat (2/6/2023).
Menurutnya, Kota Depok tidak kekurangan sumber daya manusia yang unggul karena banyak ahli di daerah ini. "Penjelasannya menurut saya simpel, PKS ekslusif, dia hanya menggerakkan orang-orang yang seide dengan dia, seiman dengan dia, seideologi dengan dia, faktanya begitu," katanya.
Hamdi Muluk menyebut kegelisahan atau keluhan terkait kondisi Depok saat ini dirasakan oleh banyak warga. Berlanjutnya kepemimpinan PKS di kota ini dikatakannya karena belum ada tokoh yang mampu bersaing dan memiliki dukungan kuat dari banyak pihak.
"Saya menganalisis, apa kesalahan kegagalan dari 20 tahun PKS berkuasa di sini. Jawaban saya simpel, jadi memang nggak memanfaatkan orang-orang dengan potensi yang besar di Depok itu. Dia hanya mau melibatkan orang-orang yang seideologi dengan dia," ujarnya.
Sebelumnya, PDIP Depok juga menyoroti pembangunan yang "gagal" di kota Depok...
Sebelumnya, PDIP Depok juga menyoroti pembangunan yang "gagal" di kota Depok. PDIP Depok menilai perkembangan pembangunan wilayah yang berbatasan dengan Jakarta tersebut tidak mencerminkan kota yang ideal. Salah satu alasannya adalah soal tata kota dan pembangunan yang disebut tanpa menggunakan dasar keilmuan.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Depok Ikravany Hilman mencontohkan proyek revitalisasi trotoar di sepanjang Jalan Margonda Raya yang dibangun tanpa memperhatikan ilmu tata kota. Hal itu karena pelebaran trotoar justru menimbulkan masalah baru.
"Nggak perlu jadi insinyur planologi untuk tahu bahwa sepanjang Jalan Margonda ini banyak toko dan orang parkir di lahan yang sekarang dibikin trotoar. Kemudian orang-orang ini kalau mau datang ke toko, mau parkir ke mana? Setelah trotoar jadi, orang kemudian jadi parkir di trotoar," kata Ikravany kepada Republika.co.id di Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (27/4/2023).
Dia heran dengan kinerja Pemkot Depok setelah trotoar dibangun baru membahas parkir on the street. "Pertanyaan bodohnya emang itu nggak dipikirkan sebelumnya?" kata Ikravany.
Selain banyak orang yang kemudian justru parkir di trotoar, sambung dia, revitalisasi trotoar juga akan menimbulkan masalah lanjutan. "Masalah yang akan muncul kembali, itu kabel-kabel di atas (Jalan Margonda) katanya mau diturunin ke bawah, itu semakin berantakan, nanti kalau diturunin ke bawah dibongkar lagi trotoarnya," kata ketua Bapemperda DPRD Kota Depok itu.
Menurut Ikravany, permasalahan di Jalan Margonda Raya hanya salah satu dari berbagai masalah tata kota di Kota Depok. Persoalan pembangunan di jalur utama Kota Depok tersebut adalah sedikit bukti bahwa Depok tidak dibangun dengan kaidah keilmuan.
Tidak Ada Kepemimpinan di Kota Depok....
Tidak Ada Kepemimpinan di Kota Depok
Ikravany menilai masalah tata kota yang tidak dibangun secara ilmiah bukan karena kurangnya pakar atau ahli di Kota Depok melainkan soal kepemimpinan.
Ikravany menganggap faktor kepemimpinan yang belum bisa memaksimalkan pekerjaan atau program yang dibuat membuat perkembangan Kota Depok tidak maksimal.
"Nggak ada kepemimpinan yang memberikan inspirasi bagi seluruh birokrasinya untuk memaksimumkan pekerjaannya. Sehingga pekerjaannya alakadarnya semua. Kalau ide mah banyak, wali kotanya juga nggak perlu ahli dalam tata kota, tapi wali kotanya harus bisa pastikan ketika tata kota yang diinginkan sudah dia putuskan, dia bisa eksekusi dengan baik," ujar Ikravany.