Khawatir Anak Terseret Arus LGBT, Orang Tua Jangan Terlalu Killer Kata Psikolog

Tidak sedikit pula anak LGBT justru datang dari orang tua yang agamanya cukup kuat.

AP Photo/Seth Wenig
Baju anak bertemakan kampanye LGBT dijual saat Pride Month di toko Target, Amerika Serikat, Rabu (24 Mei 2023). Orang tua perlu lindungi anak dari paparan LGBT dengan cara yang tepat.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Viralnya berita bahwa anak SD di Pekan Baru, Riau ada yang tergabung di grup WhatsApp LGBT telah memicu kekhawatiran orang tua. Sebagian dari mereka tak habis pikir anak di usia sebelia itu bisa tertarik untuk mengikuti percakapan tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

Psikolog pendidikan anak dan remaja, Alfa Restu Mardhika, mengingatkan agar orang tua melindungi anak dari paparan konten negatif, seperti LGBT, dengan cara yang tepat. Alfa menyarankan agar orang tua tidak terlalu killer (ketat) atau serbatidak memperbolehkan anak, misalnya, saja ketika mereka mulai menyukai lawan jenis.

"Beberapa orang tua terlalu strict, nggak membolehkan anak, padahal ya fitrah suka sama lawan jenis," kata Alfa.

Imbas dari orang tua yang terlalu ketat, menurut Alfa, anak bisa saja terjebak dalam hubungan yang tidak tepat. Misalnya, ketika dekat dengan teman perempuan, anak salah jalan dan menjadi lesbian.

Pada fase remaja, umumnya anak sangat membutuhkan sahabat. Meski orang tua membolehkan anak menyukai lawan jenis, Alfa mengingatkan itu bukan berarti tidak ada batasan yang jelas.

Agar rasa suka anak terhadap lawan jenisnya tidak kebablasan, menurut Alfa, alihkan perhatiannya dengan kegiatan-kegiatan yang lebih positif dan bertujuan meraih prestasi. Orang tua perlu mendukung minat dan bakat positif yang disukai anak.

Baca Juga


Alfa bahkan mencontohkan beberapa kasus LGBT datang dari murid pesantren yang kemungkinan memiliki orang tua ataupun sistem pengajaran terlalu ketat, termasuk dalam pembatasan interaksi dengan lawan jenis. Banyak terjadi di kalangan murid pesantren, tidak hanya pria menyukai pria, tetapi juga wanita menyukai sesama wanita.

Menurut Alfa, anak-anak sangat membutuhkan teman dan harus difasilitasi dengan cara yang tepat. Alfa mengingatkan tidak sedikit pula anak LGBT justru datang dari orang tua yang agamanya mungkin cukup kuat.

"Mungkin salah menyampaikan, fondasi agama boleh dikuatkan, tapi anak jadi malah beneran salah. Bawa juga ke psikolog kalau melihat tanda-tanda, kalau masih usia sekolah bukan titik akhir, yang repot kalau sudah kuliah," kata Alfa.

Anak bisa menganggap hal berbau LGBT sedang menjadi tren, sehingga mereka ikut-ikutan tanpa memahami lebih jauh artinya. Tetapi jika ada hal atau perilaku anak yang mengarah ke sana, maka orang tua perlu cepat-cepat membuat ruang diskusi dan meluruskan kepada anak.

"Buka ruang diskusi, maksudnya tidak berarti bilang serbajangan, bisa juga bawa ke psikolog," kata Alfa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler