Mengenal Teknik Andalan Marc Marquez Late Breaking yang Kini Justru Membawanya ke Jurang
Dulu, late breaking membuat Marquez berjaya, kini justru membuatnya tenggelam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Marc Marquez pernah menjadi nama yang begitu dominan di kelas utama MotoGP. Enam titel juara dunia MotoGP, termasuk empat gelar juara dunia secara beruntun, direngkuh pembalap asal Spanyol tersebut. Selama periode 2013 hingga 2019, Marquez adalah fenomena tersendiri di ajang balap motor paling bergengsi sejagat tersebut.
Meski gagal mempertahankan gelar juara dunia MotoGP pada 2015, Marquez langsung memegang kendali dengan meraih titel juara dunia MotoGP di empat musim berikutnya. Baru berusia 20 tahun saat menyabet gelar juara dunia MotoGP pertama, Marquez pun sempat mendapatkan julukan The Baby Alien.
Dengan koleksi enam titel, pembalap asal Spanyol itu merupakan rider tersukses sejak kelas utama menanggalkan kelas 500 cc dan mengadopsi format MotoGP. Marquez berada di urutan ketiga, setelah Valentino Rossi dan Giacomo Agostino, dalam hal jumlah koleksi gelar juara dunia kelas utama MotoGP.
Kejayaan ini tentu tidak hadir begitu saja. Gaya balapan Marquez yang unik dinilai menjadi salah satu penyebab dominasinya di kelas utama MotoGP. Dalam berbagai ulasan di media internasional, pembalap berusia 30 tahun itu dinilai memiliki teknik late breaking yang khas. Marquez dikenal lebih sering mengandalkan rem depan guna melambatkan laju motor tunggangannya, terutama saat memasuki tikungan.
Gaya ini berbeda dengan yang dilakukan joki kuda besi lain, termasuk legenda dunia, Valentino Rossi. Marquez memiliki kecenderungan untuk membiarkan ban belakangnya mengalami drift dan bergeser. Bahkan, tidak jarang, roda belakang motor Honda tunggangannya terangkat dalam momen dan memasuki wilayah pengereman tersebut.
Tidak hanya itu, Marquez juga berani mengambil risiko saat memasuki tikungan. Berdasarkan ulasan BikeSportNews, Marquez memiliki kecenderungan untuk mempertahankan kecepatan saat memasuki wilayah pengereman dan baru melakukan pengereman di momen-momen terakhir.
''Dengan begitu, ban belakang akan mengalami sedikit drifting, tanpa kehilangan kecepatan,'' tulis laporan BikeSportNews tersebut.
Imbas dari gaya ini, Marquez kerap dianggap pembalap yang agresif saat berada di tikungan. Pasalnya, dengan roda belakang yang bergeser dan tidak jarang terangkat, posisi motor sulit dikendalikan. Kondisi berbeda justru dilakukan Rossi. Mantan pembalap berjuluk The Doctor itu lebih mengandalkan rem belakang dan cenderung lebih bersih saat memasuki zona pengereman.
Kendati begitu, teknik late breaking bukan satu-satunya andalan Marquez dalam berburu kecepatan. Legenda balap motor asal Prancis, Jean-Michel Bayle, menilai, Marquez bukan satu-satunya pembalap yang mengembangkan teknik late breaking tersebut. Eks pembalap Ducati dan juara dunia, Casey Stoner, juga melakukan hal serupa.
Namun Marquez, ujar Bayle, memiliki sedikit keunggulan dalam hal memanfaatkan posisi depan motor. Hal tersulit di balapan MotoGP bukan pada pengereman ataupun akselerasi saat keluar dari tikungan, tapi membuat motor berbelok dengan cepat di tikungan. ''Jika Anda bisa dengan cepat membelokan motor, maka Anda bisa melaju dengan jarak yang cukup jauh,'' kata Bayle kepada GPMag.
Bayle mengakui, untuk kemampuan ini, Marquez memiliki gaya tersendiri yang bisa memberikan keuntungan buat dirinya, terutama saat memasuki akhir zona pengereman. Saat itu, Marquez mungkin hanya menggunakan 10 persen dari pengeremannya. ''Kemudian, dia kembali tancap gas. Di fase ini, dia sudah menempatkan posisi motornya lebih cepat dari pembalap lain,'' ujar Bayle.
Kemampuan ini ditopang dengan keberanian Marquez untuk melakukan teknik tikungan. Marquez tidak ragu untuk merebahkan badannya saat memasuki tikungan. Dalam aspek ini, Marquez bahkan disebut sebagai salah satu pembalap paling berani mengambil risiko.
Dalam sebuah sesi latihan Tim Honda Repsol, Marquez pernah berbelok sembari merebahkan tubuhnya hingga 68 derajat. Ini menjadi rekor sudut berbelok terbesar di pentas MotoGP. Rata-rata, sudut berbelok di arena MotoGP itu sekitar 64 derajat. Dengan mengandalkan kendali di ban depan, Marquez selalu berani mengambil risiko dan mendorong ke batas terjauh saat memasuki tikungan.
Risiko terbesar dari gaya ini mengalami...
Risiko terbesar dari gaya ini mengalami kecelakaan dan terjatuh dari motor. Kondisi ini yang berbalik menjadi kelemahan Marquez. Meski mampu mendominasi gelar juara dunia, Marquez juga kerap terjatuh. Pada sepanjang musim 2017, Marquez terjatuh sebanyak 27 kali. Marquez menjadi pembalap yang paling sering mengalami kecelakaan pada saat itu.
Bahkan, dalam satu musim balapan, Marquez pernah terjatuh sebanyak 22 kali dari 14 seri, rasio terjatuh paling tinggi diantara semua pembalap. Meski sempat mengalami cedera, Marquez terbukti masih mampu bangkit. Pun dengan tetap mempertahankan gaya membalap yang sama.
Namun, cedera lengan atas dan pundak pada awal musim 2020 benar-benar memukul Marquez. Sejak saat itu, Marquez sepertinya tidak pernah sama lagi. Marquez masih kesulitan untuk bisa menemukan performa terbaiknya. Absen di sebagian besar musim 2020, Marquez hanya bisa tiga kali berada di podium tertinggi pada musim berikutnya.
Pada 2022, Marquez mengalami kecelakaan saat tampil di Sirkuit Mandalika. Marquez pun didiagnonsis mengalami diplopia atau pandangan ganda. Ujungnya, Marquez tidak pernah bisa bersaing dalam perebutan gelar juara pada musim 2022. Kondisi serupa juga dialami Marquez pada musim ini.
Marquez mengalami cedera pada awal musim 2023. Patah tulang ibu jari usai bertabrakan dengan Miguel Oliveira menjadi cerita pembuka Marquez pada musim 2023. Tidak berhenti sampati di situ, Marquez juga mengalami cedera tulang rusuk dan absen di GP Belanda, akhir pekan lalu.
Di empat seri yang telah digelar pada musim ini, Marquez belum pernah mampu menyelesaikan balapan. Seperti pada dua musim sebelumnya, rasanya akan sangat sulit buat Marquez untuk bisa bersaing dalam perebutan gelar juara dunia MotoGP pada musim ini.