Kenaikan Harga Dagangan karena MDR QRIS tak Terhindarkan
BI sendiri melarang pedagang bebankan MDR QRIS ke pembeli.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengenaan biaya layanan QRIS di sektor mikro tidak membendung adanya kenaikan harga. Meski secara regulasi Bank Indonesia, pedagang dilarang membebankan MDR pada konsumen.
Salah seorang penjual Bubur Ayam Ryan Hardiansyah mengaku akhirnya lebih memilih mengingatkan kepada pembeli jika ada kenaikan harga jika bayar secara digital. Pembayaran QRIS tetap disediakan namun dengan biaya tambahan dibanding bayar dengan cash.
"QRIS itukan untuk mempermudah saja kan sebenarnya agar nggak perlu ribet kembalian dan langsung masuk uangnya fungsinya juga sama, dan mayoritas pembeli disini masih warga sekitar ya jadi pada pake uang tunai," lanjutnya saat ditemui di kedainya, Rabu (12/7/2023).
Pemasukannya saat ini juga masih lebih banyak dari pembayaran cash dibanding QRIS. Mayoritas pengguna QRIS rata-rata mereka yang berada di ekosistem online seperti Grab dan Gojek.
Salah satu pedagang Sate Padang bernama Syamsurizal (Izal) mengatakan ia menggunakan pembayaran dgital untuk memudahkan konsumen. Menurutnya banyak pembeli yang kadang uangnya tidak cukup dan harus kembali lagi untuk membayar sisanya.
"Kalau saya menggunakan QRIS ini ya untuk memudahkan konsumen juga untuk membayar jika uang kurang, karena saya pun pernah tertipu bilangnya uangnya ketinggalan makananya dibawa. Tapi, tidak kembali lagi," Katanya
Namun demikian, ia khawatir potongan ini akan mengganggu pendapatannya. Sehingga ia mungkin harus memikirkan kenaikan harga atau bahkan harus beralih menggunakan uang tunai lagi untuk pembayaran agar tidak terkena potongan, meski jumlahnya kecil.
BI sendiri melarang pedagang bebankan MDR QRIS ke pembeli. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dicky Kartikoyono mengimbau masyarakat untuk melapor..
BI sendiri melarang pedagang bebankan MDR QRIS ke pembeli. Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Dicky Kartikoyono mengimbau masyarakat untuk melapor jika ada pedagang yang melakukan hal demikian untuk dilakukan pembinaan.
"Kita buka kanal untuk pengaduan, tentu BI bisa menerima, di kanal-kanal kita semua bisa, di website resmi, di media sosial, di kontak 131, di whatsapp layanan pengaduan BI, kita ingin memastikan masyarakat tetap nyaman menggunakannya, ada aspek perlindungan konsumen yang kita jaga," katanya saat bertemu media, Rabu (12/7/2023).
Ia meyakini meski saat ini ada resistensi, namun tidak akan menghambat kecepatan dari digitalisasi usaha mikro. Selain pengaduan bagi konsumen, pedagang juga bisa mengadukan jika ada pelaku Penyedia Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang mengenakan MDR lebih tinggi dari aturannya.
MDR mikro kini 0,3 persen, sementara MDR usaha kecil, menengah, dan besar yakni 0,7 persen. Dicky mengakui adanya pihak-pihak yang mengenakan lagi biaya tambahan, seperti biaya admin atau settlement.
"Padahal biaya settlement itu tidak ada kita terapkan, gratis harusnya, biaya admin juga kita tidak tetapkan, untuk daftar QRIS juga harusnya gratis," katanya.
Ia menegaskan BI hanya mengatur nilai MDR yang disebut sudah paling murah se-ASEAN dibandingkan biaya pembayaran digital lain. Menurutnya, pedagang bisa mencari PJSP yang menyediakan jasa QRIS paling murah dan tidak membebankan banyak biaya.
"Pada akhirnya, ya PJSP yang memberikan efisiensi paling rendah yang disukai, para pedagang bisa cari PJSP penyedia QRIS lain yang memang murah tidak terapkan biaya macam-macam," katanya.