Salwan Momika, Pembakar Alquran yang Oportunis dan Pencari Sensasi
Momika menciptakan strategi agar tetap bisa tinggal di Swedia
REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Kisah hidup Salwan Momika sama kontroversialnya dengan tindakan yang dilakukan pada 28 Juni 2023 yakni membakar Alquran di dekat masjid ibu kota Swedia, Stockholm. Dia dikenal sebagai sosok oportunis yang mencari sensasi.
"Momika bekerja tanpa lelah untuk mencapai tujuannya. Dia menjadi seorang oportunis," ujar ahli politik dan agama Dr. Hani Nasira dikutip dari Arab News pada Kamis (13/7/2023).
Momika berasal dari Qaraqosh di Nineveh Plains Irak utara. Ia merupakan pendiri partai Syriac Democratic Union. Dia menjalankan Hawks Syriac Forces yakni sebuah milisi bersenjata yang didirikan pada 2014 yang berafiliasi dengan Brigade Babilonia milisi Kristen palsu. Kelompok ini mengklaim mengangkat senjata melawan ISIS.
Momika yang memproklamasikan diri sebagai “liberal” berdiri dengan mengenakan pakaian milisi. Dia berjanji setia kepada salah satu kelompok agama ekstrem paling terkenal di Irak, Brigade Imam Ali.
Kelompok ini merupakan sayap bersenjata Movement of Iraq yang beroperasi di bawah Popular Mobilization Units yang dianggap sebagai teroris. Beberapa pakar di Irak yang semuanya mengonfirmasi keterlibatan Momika di masa lalu dengan grup milisi.
“Momika berasal dari latar belakang yang sangat dipengaruhi oleh agama Kristen dan bergabung dengan barisan milisi untuk memerangi musuh bersama, ISIS,” katanya.
Lalu Momika mulai mengkritik pemerintah Irak terutama setelah protes massal pada 2019 hingga enam bulan lalu. Momika mengambil sikap yang sangat anti-Islam dan secara konsisten memposting pernyataan menghina Nabi Muhammad SAW dan keyakinan Muslim.
“Ketika keadaan menguntungkannya, dia meninggalkan keyakinannya dan menjadi seorang ateis. Ia berusaha keras untuk menarik kelompok khusus yang memiliki ideologi yang sama dan memprovokasi pihak yang berlawanan dengannya," kata Nasira.
Nasira menyatakan, Momika terus berpindah dari satu aliran ekstrem ke aliran ekstrem lainnya. Lalu Momika memanfaatkan media sosial demi mendapatkan perhatian dan ketenaran. Caranya dengan mengeksploitasi Islamofobia.
“Dengan buku ini (Alquran) saya juga akan membakar bendera Irak, yang tidak mewakili saya. Saya akan memanggang daging babi di atasnya di depan Kedutaan Besar Irak. Buku ini tidak mewakili saya, dan bendera ini juga tidak mewakili saya. Saya akan memanggang daging babi di atas api buku ini,” ujarnya.
Penulis politik Swedia dan spesialis Timur Tengah dan Iran Jerry Maher menilai Momika memilih untuk mengambil langkah yang bisa membuatnya tetap bisa berada di Swedia.
"Momika sengaja melakukan langkah ekstrem untuk mencari sensasi lalu menciptakan bukti bahwa hidupnya dalam bahaya, seperti yang dia klaim ketika meninggalkan Irak,” ujarnya.
Terlebih lagi, Momika sengaja memposting video Instagram sebelum pembakaran Alquran. Meski ia menyensor alamat dan nomor ID-nya tetapi Momika tetap mencantumkan surel pribadi dan nomor teleponnya.
“Mempertimbangkan konsekuensi potensial di bawah undang-undang imigrasi Swedia yang baru, dia memilih jalan ini untuk menciptakan masalah dan menerima banyak ancaman," kata Maher.
Menurut undang-undang imigrasi Swedia, siapa pun yang diberikan status pengungsi akan diberikan izin tinggal selama tiga tahun dengan kesempatan untuk mengajukan perpanjangan jika perlindungan masih diperlukan.
Tapi, pemerintah Swedia memperketat undang-undang imigrasi. Kondisi ini membuat para pengungsi harus berhadapan dengan kemungkinan izin tinggal yang dicabut.
Maher percaya bahwa Momika dengan sengaja mengungkapkan identitasnya kepada publik dengan mengungkapkan nomor telepon dan surel di halaman Facebook. Tindakan itu agar orang lain dapat menjalin kontak dengannya.
Taktik ini adalah bagian dari strategi Momika untuk mencitrakan dirinya sebagai korban di bawah ancaman dan mencari perlindungan kepada otoritas Swedia.