Salwan Momika, Dari Milisi Hingga Cari Perhatian Demi Bertahan di Swedia
Kisah hidup Salwan Momika sama kontroversial dengan tindakannya membakar Alquran
REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Kisah hidup Salwan Momika sama kontroversial dengan tindakannya membakar Alquran di dekat masjid ibu kota Swedia, Stockholm, pada 28 Juni 2023. Dia diketahui sebagai anggota milisi, bermigrasi, hingga akhirnya melakukan aksi pembakaran Alquran untuk mengangkat namanya di dunia melalui media sosial.
Momika berasal dari Qaraqosh di Nineveh Plains Irak utara dan merupakan pendiri partai Syriac Democratic Union. Dia menjalankan Hawks Syriac Forces, sebuah milisi bersenjata yang didirikan pada 2014 yang berafiliasi dengan Brigade Babilonia milisi Kristen palsu. Kelompok ini mengklaim mengangkat senjata melawan ISIS.
Dikutip dari Arab News, belum lama ini, Momika yang memproklamasikan diri sebagai “liberal” berdiri dengan mengenakan pakaian milisi. Dia berjanji setia kepada salah satu kelompok agama ekstrem paling terkenal di Irak, Brigade Imam Ali.
Kelompok ini merupakan sayap bersenjata Movement of Iraq yang beroperasi di bawah Popular Mobilization Units yang ditunjuk teroris. Beberapa pakar di Irak yang semuanya mengonfirmasi keterlibatan Momika di masa lalu dengan grup milisi.
Kontradiksi serta latar belakang Momika telah menjelaskan secara terbuka tindakannya mencemarkan nama baik dan membakar Alquran.
“Momika berasal dari latar belakang yang sangat dipengaruhi oleh agama Kristen dan bergabung dengan barisan milisi untuk memerangi musuh bersama, ISIS,” kata ahli politik dan agama Dr. Hani Nasira.
Baca Juga: Irak Keluarkan Surat Penangkapan Salwan Momika, Pembakar Alquran di Swedia
“Sementara dia menganut iman Kristen, dia bekerja tanpa lelah untuk mencapai tujuannya untuk mencapai kepentingan dan relevansi. Dia menjadi seorang oportunis," ujarnya.
Persona media sosial Momika menyoroti perubahan tajam dalam postingan pengungsi Irak. Umpan Facebook dan Instagram miliknya pertama kali didominasi oleh kritik terhadap pemerintah Irak setelah protes massal 2019 hingga enam bulan lalu.
Momika mengambil sikap yang sangat anti-Islam dan secara konsisten memposting pernyataan menghina Nabi Muhammad SAW dan keyakinan Muslim.
“Ketika keadaan selaras, dia meninggalkan keyakinannya dan menjadi seorang ateis, berusaha keras untuk menyampaikan maksudnya dan menarik kelompok khusus yang memiliki ideologi yang sama, sehingga memprovokasi pihak lawan,” kata Nasira.
Nasira menyatakan, peralihan Momika dari satu aliran ekstrem ke aliran ekstrem lainnya, bahkan menolak agamanya sendiri dan menjadi seorang ateis, dinilai tidak cukup baginya.
"Dia gagal total, jadi dia lebih jauh mendorong agendanya, secara strategis memilih waktu dan tempat yang tepat. Dia memanfaatkan media sosial untuk mendapatkan ketenaran dan perhatian, mengeksploitasi Islamofobia untuk mencapai tujuannya," katanya.
Status imigrasi Momika...
Keadaan yang dipermasalahkan Momika tampaknya terkait dengan status imigrasi dan pengungsinya. Menurut undang-undang imigrasi Swedia, siapa pun yang diberikan status pengungsi akan diberikan izin tinggal selama tiga tahun dengan kesempatan untuk mengajukan perpanjangan jika perlindungan masih diperlukan.
Tapi, pemerintah Swedia memperketat undang-undang imigrasi. Kondisi ini membuat para pengungsi harus berhadapan dengan kemungkinan izin tinggal yang dicabut.
Sedangkan Momika telah mengumumkan niatnya untuk tinggal di Swedia. Dalam wawancara telepon dengan CNN beberapa waktu lalu, orang Irak itu mengatakan datang ke Swedia lima tahun lalu dari Irak dan memiliki kewarganegaraan Swedia.
Momika memilih untuk mengambil tindakan agar tetap menjaganya berada di negara tersebut. Sebelum pembakaran, dia sengaja memposting video Instagram. Dalam unggahan itu, dia memberi tahu para pengikutnya tentang keberhasilannya membatalkan penolakan awal oleh polisi Swedia atas permintaannya untuk membakar Alquran di depan Masjid pusat kota.
“Polisi ingin memaksakan Alquran dan penghormatannya kepada masyarakat Swedia, yang tidak mungkin dan dianggap sebagai pelanggaran hukum Swedia,” kata Momika.
“Dengan buku ini, saya juga akan membakar bendera Irak, yang tidak mewakili saya. Saya akan memanggang daging babi di atasnya di depan Kedutaan Besar Irak. Buku ini tidak mewakili saya, dan bendera ini juga tidak mewakili saya. Saya akan memanggang daging babi di atas api buku ini,” ujarnya.
Dalam video yang sama, Momika mengunggah salinan permintaannya ke polisi Swedia, terutama menyensor alamat dan nomor ID-nya. Meski surel pribadi dan nomor teleponnya tetap tertera.
“Mempertimbangkan konsekuensi potensial di bawah undang-undang imigrasi Swedia yang baru, dia memilih jalan ini untuk menimbulkan masalah dan menerima banyak ancaman," kata penulis politik Swedia dan spesialis Timur Tengah dan Iran Jerry Maher.
Maher melihat, tindakan itu memungkinkan Momika untuk memanipulasi dan menyalahgunakan sistem. "Memberikan bukti bahwa hidupnya dalam bahaya, seperti yang dia klaim ketika meninggalkan Irak,” ujarnya.
Maher percaya bahwa Momika dengan sengaja mengungkapkan identitasnya kepada publik dengan mengungkapkan nomor telepon dan surel di halaman Facebook. Tindakan itu agar orang lain dapat menjalin kontak dengannya.
Taktik ini semua adalah bagian dari strategi Momika untuk menampilkan dirinya kepada otoritas Swedia sebagai korban di bawah ancaman dan mencari perlindungan. Sebagai mantan milisi yang terlibat dalam pertempuran di Irak, surat suaka dan izin tinggalnya kemungkinan besar terancam.
Maher melihat, perubahan terbaru dalam undang-undang migrasi Swedia menjadi lebih ketat, mengakibatkan beberapa pengusiran. Momika mempertimbangkan, mencari perhatian adalah satu-satunya jalan.