Kenapa Remaja-Remaja Jenin Memimpikan Syahid?

Mereka tahu ada kemungkinan berhadapan dengan pasukan Israel dan meninggal.

AP/Majdi Mohammed
Seorang wanita Palestina berjalan di jalan yang rusak di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat, Rabu, (5/7/2023).
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, JENIN -- Anak-anak remaja di Jenin, Tepi Barat tak ragu menjawab ketika ditanya kelak ingin menjadi apa. ‘’Martir (syahid)’’ jawab mereka serempak. Istilah tersebut selama ini digunakan warga Palestina untuk menggambarkan siapapun yang terbunuh Israel. 

Baca Juga


Namun saat ditanya hendak jadi apa jika mereka tak hidup di bawah pendudukan Israel seperti saat ini, tujuh remaja berusia 14-18 tahun itu terdiam malu di ruang tamu kecil sebuah apartemen di kamp pengungsi Jenin. Mereka tak menjawab pertanyaan itu.

Alih-alih, mereka mulai mengisahkan bagaimana mereka membantu pejuang palestina melawan serangan besar Israel yang dilakukan sekitar 1.000 tentara dengan kendaraan lapis baja dan didukung rudal serta drone ke kamp pengungsi Jenin pekan lalu. 

Sebagian lagi menuturkan, mereka mamata-matai posisi pasukan Israel kemudian menyampaikan pesan ke kelompok perlawanan Palestina. Ada juga yang menyatakan membuat molotov. Mereka memaparkan peran apa yang pernah mereka lakukan. 

‘’Kami tak takut. Kami biasa melakukannya,’’ kata Araf, remaja berusia 17 tahun seperti diberitakan laman Aljazirah, Jumat (14/7/2023). Pernyataan Araf mencerminkan keyakinan di antara anak-anak remaja di Jenin, melawan penjajahan merupakan tujuan utama hidupnya. 

Menghadapi prospek masa depan yang belum jelas di tengah pendudukan Israel saat ini, di mata mereka perlawanan merupakan satu-satunya cara melawan realitas di mana pasukan Israel menggeledah dan menghancurkan rumah, menangkap orang tua, bahkan membunuh teman atau kerabat mereka. 

Realitas ini, jelas Samah Jabr yang memimpin departemen kesehatan mental Otoritas Palestina, memiliki arti kematian menjadi skenario riil. ‘’Anak-anak muda ini melihat nasib yang mengelilingi. Mereka tahu ada kemungkinan akan berhadapan dengan militer Israel dan meninggal,’’

Menurut dia, ini bagian dari kenyataan yang mengelilingi mereka. Tak satu hari pun tanpa mendengar jatuhnya korban baru karena pasukan Israel. Kamp pengungsi Jenin yang luasnya tak lebih dari setengah kilometer persegi, kini dihuni 14 ribu orang.

Di kamp Jenin, tingkat pengangguran....

PBB mengungkapkan, di kamp Jenin tingkat pengangguran dan kemiskinan merupakan yang tertinggi di antara semua kamp pengungsi Tepi Barat. Abu al-Ezz (32) bekas instruktur gym, yang hanya menyebut nama panggilannya, menuturkan pengalaman hidupnya. 

Ia menyatakan, kenangan anak-anak dia dan teman-temannya berisi perlawanan terhadap pasukan Israel yang menyerang kamp. Ini kemudian membawanya pada kondisi sekarang, berperang melawan pasukan Israel.  

‘’Sejak kecil saat melihat tank militer, biasanya kami melompat ke atasnya mencoba menghancurkannya atau melemparkan kaleng cat atau minyak,’’ katanya. Kematian sahabatnya oleh tentara Israel sedekade lalu, membuat Abu al-Ezz angkat senjata melawan Israel. 

‘’Hidup saya rasanya akan sederhana saja, tetapi kematiannya sangat memengaruhi saya,’’ ungkap Abu al-Ezz, yang kini menjadi anggota Brigade Jenin. Kelompok ini menyerang pos pemeriksaan Israel dan melakukan perlawanan saat pasukan Israel menyerang Jenin. 

Menurut dia, tak ada cara dan pilihan lain yang Israel berikan kepada warga Palestina kecuali perlawanan bersenjata. 

Pada Selasa (4/7/2023) tengah malam, pasukan Israel memutuskan meninggalkan Jenin, mengakhiri serangan yang dimulai sehari sebelumnya. Warga kemudian kembali ke Jenin, kamp dalam kondisi porak poranda. 

Sebagian warga, mempersiapkan pemakaman, memberikan penghormatan kepada mereka yang meninggal akibat senjata pasukan Israel. Lainnya, beres-beres, memperbaiki berbagai kerusakan di kamp yang berusia 75 tahun itu. 

Jalan setapak rusak dan bergelombang... 

Jalan setapak rusak dan bergelombang akibat dilalui kendaraan berat seperti buldoser dan kendaraan lapis baja. Akibat lainnya, pipa air pecah membuat air mengucur ke mana-mana. Selokan berisi puing-puing reruntuhan. Mereka harus membersihkan sisa-sisa kerusakan ini.

‘’Mereka tak mendapatkan apa yang diinginkan. Anak-anak muda kami baik-baik saja, keluarga, dan juga kamp kami,’’ kata Mutasem Estatia, ayah enam anak, Rabu (5/7/2023). Dalam dua malam serangan Israel kamp Jenin, ia menyingkir dari sana, menyelamatkan diri. 

Sebanyak 12 orang meninggal dalam serangan itu. Lima di antaranya terkonfirmasi dari Hamas atau Jihad Islam. Sejumlah lainnya terluka. Militer Israel  yang juga kehilangan satu tentaranya karena tewas, mengeklaim hanya menyasar kombatan. 

Pasukan Israel juga menahan sekitar 150 yang dianggap militan dan menghancurkan senjata mereka serta ranjau jalan. Termasuk, senjata yang ditemukan di bawah sebuah bangunan masjid. 

‘’Ada 12 syahid dan kami bangga atas mereka tetapi kami lebih berharap kerusakan daripada kematian mereka,’’ Estatia. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler