Kabasarnas yang Jadi Tersangka Prajurit TNI Aktif, KPK Koordinasi dengan Puspom
KPK menyebut Henri menerima fee total Rp 88 miliar dari berbagai proyek di Basarnas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Puspom TNI akan berkoordinasi dalam penanganan hukum terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi. Hal ini dilakukan lantaran Henri masih merupakan prajurit TNI aktif saat tertangkap kasus suap.
Selain itu, proses hukum orang kepercayaan Henri yang menjabat sebagai Koorsmin Kabasarnas, Letkol Afri Budi Cahyanto juga bakal ditangani oleh Puspom TNI. Mereka merupakan tersangka operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
"Terhadap dua orang tersangka HA dan ABC yang diduga sebagai penerima suap, penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut yang akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
Alex menjelaskan, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 42 UU KPK. Dalam aturan itu, KPK bisa mengoordinasikan maupun mengendalikan penyelidikan hingga penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan prajurit TNI.
Adapun KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya yang merupakan pemberi suap. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan (MG); Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya (MR); dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil (RA).
KPK telah menahan Marilya dan Roni selama 20 hari kemdepan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih dan Rutan KPK pada Gedung ACLC KPK. Sedangkan, Mulsunadi Gunawan masih belum ditahan.
“Kami ingatkan untuk kooperatif segera hadir ke Gedung Merah putih KPK mengikuti proses hukum perkara ini,” tegas Alex.
Dalam kasus ini, Henri diduga mendapat fee 10 persen dari berbagai proyek di Basarnas sejak 2021-2023. Dia mengantongi uang suap hingga mencapai Rp 88,3 miliar.
Jenderal bintang tiga itu menentukan langsung besaran fee tersebut. Uang yang diserahkan disebut sebagai dana komando atau dako.
Rinciannya, Mulsunadi memerintahkan Marilya menyerahkan duit sebesar Rp 999,7 juta di parkiran salah satu bank di Cilangkap. Sedangkan, dari Roni menyerahkan Rp 4,1 miliar dari aplikasi setoran bank.
“Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, perusahaan MG, MR, dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender,” ungkap Alex.
Uang suap itu diserahkan kepada Henri melalui orang kepercayaannya, yakni Afri. KPK dan Puspom TNI pun masih akan mendalami dugaan adanya pemberi suap lainnya.
Akibat perbuatannya, Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.