Polemik Kasus Basarnas, Bambang Wodjojanto: Pimpinan KPK Pantas Mundur
Bambang menilai Firli Bahuri dkk telah melakukan kesalahan di kasus korupsi Basarnas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks pimpinan KPK Bambang Widjojanto memandang pimpinan KPK melakukan kesalahan fatal dalam kisruh operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus Basarnas. Akibat kesalahan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk dinilai pantas mundur dari lembaga anti rasuah.
"Pimpinan KPK harus dinyatakan melakukan kesalahan fatal dan pelanggaran berat atas etik dan perilaku sehingga kehilangan kepantasan untuk menjadi pimpinan KPK dan sangat layak diminta untuk mengundurkan diri atau diberhentikan," kata Bambang dalam keterangannya pada Ahad (30/7/2023).
Bambang menyebut tindakan pimpinan KPK dapat dinilai melanggar prinsip akuntabilitas dan mengindikasikan terbatasnya kompetensi. Padahal, tindakan pimpinan KPK harus dinyatakan sebagai tindakan dari seluruh pimpinan KPK yang bersifat kolektif kolegial sesuai Pasal 21 ayat (4) UU KPK.
"Sehingga dapat dikualifikasi sebagai suatu perbuatan tercela sekaligus dimintai pertanggungjawaban. Karena telah melempar kesalahan pada bawahan dengan memberikan hukuman pada penyelidik KPK," ujar Bambang.
Bambang mendorong pimpinan KPK mencabut kembali pernyataannya sekaligus memeriksa kembali kasus dugaan korupsi di Basarnas. Adapun para pimpinan KPK ia nilai perlu segera didepak.
"Tindakan pimpinan KPK dijadikan dasar untuk menghukum pimpinan KPK untuk mengundurkan diri atau diberhentikan dan hal itu dapat dilakukan oleh Presiden RI melalui pemeriksaan awal yang dilakukan Dewan Pengawas KPK yang melibatkan informal leader yang integritasnya tidak diragukan kembali," ucap Bambang.
Selanjutnya, Bambang meminta pucuk pimpinan TNI untuk menolak pelimpahan kasus Basarnas. Langkah itu diperlukan agar TNI tidak melakukan tindakan yang justru dapat dinilai sebagai perbuatan yang "melindungi" kejahatan korupsi.
"Institusi ABRI selama ini sudah dipersepsi publik dengan sangat baik sehingga harus terus menjaga martabat dan kewibawaannya," ucap Bambang.
Sebelumnya, KPK mengakui adanya kekhilafan dalam menetapkan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terkait kasus suap pengadaan barang di Basarnas. Lembaga antirasuah ini menyebut, proses penetapan itu harusnya ditangani oleh pihak TNI.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasanya mana kala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani. Bukan KPK," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers seusai menemui rombongan Puspom TNI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023).
KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap pengadaan barang di Basarnas pada Selasa (25/7/2023). Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terjaring dalam operasi senyap tersebut.
Kemudian, dalam konferensi pers pada Rabu (26/7/2023) KPK mengumumkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko menilai penetapan status hukum tersebut menyalahi aturan lantaran pihak militer memiliki aturan khusus dalam menetapkan tersangka bagi prajurit TNI yang melanggar hukum.