Dua Desa di Garut Terdampak Kekeringan, Bantuan Air Bersih Disalurkan
Pemkab Garut menetapkan status siaga darurat kekeringan dan karhutla.
REPUBLIKA.CO.ID, GARUT — Dua desa di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, dilaporkan mulai terdampak kekeringan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut sudah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan penanganan.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Garut Daris Hilman mengatakan, ada dua laporan dampak kekeringan, yaitu di Desa Citeras, Kecamatan Malangbong, dan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug.
Menurut Daris, setidaknya terdapat sekitar 300-500 kepala keluarga (KK) di Desa Citeras yang terdampak. Sementara di Desa Cigedug jumlah warga yang terdampak masih dalam pendataan. “Kami sudah melakukan asesmen di sama, tapi baru air minum yang kurang. Air untuk kebutuhan sehari-hari masih ada,” kata Daris.
Daris mengatakan, BPBD sudah berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melakukan penanganan di wilayah terdampak kekeringan. Penanganan yang dilakukan adalah mendistribusikan bantuan air bersih dan melakukan pengecekan jalur pengairan. “Damkar sudah ke lokasi dan Dinas PUPR mengecek pipanisasi saluran air bersih,” ujar dia.
Sejauh ini, menurut Daris, laporan dampak kekeringan baru di dua wilayah itu. BPBD mengimbau warga untuk segera melapor jika terdampak kekeringan atau mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Ia mengatakan, pihaknya membuka posko siaga darurat bencana kekeringan untuk menindaklanjuti laporan warga.
Daris mengatakan, BPBD juga telah melakukan pendataan wilayah yang berpotensi terdampak kekeringan. Beberapa wilayah itu, antara lain, Kecamatan Cibatu, Malangbong, Cibiuk, Kersamanah, Leuwigoong, Bayongbong, dan Cigedug.
“Laporan masih belum banyak. Kalau dianggap sudah genting, baru akan dirapatkan penetapan status tanggap darurat bencana. Kalau sekarang baru siaga darurat bencana,” kata Daris.
Status siaga darurat
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) per 31 Juli 2023. Penetapan status siaga darurat itu tertuang dalam Keputusan Bupati Garut Nomor: 100.3.3.2/KEP.599-BPBD/2023, yang diberlakukan hingga 31 Oktober 2023.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Garut Aah Anwar Saefulloh mengatakan, penetapan status siaga darurat itu menindaklanjuti peringatan dini dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai potensi kekeringan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) juga telah mengeluarkan Keputusan Gubernur Jabar Nomor: 360/Kep.405-BPBD/2023 tentang Status Siaga Darurat Bencana Kekeringan, serta Karhutla di Daerah Provinsi Jabar.
“Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan dampak buruk dari bencana kekeringan dan karhutla, BPBD bekerja sama dengan perangkat daerah terkait akan menggerakkan semua sumber daya yang tersedia, termasuk sumber daya manusia, sarana, prasarana, dan pembiayaan sesuai regulasi,” kata Aah, melalui siaran pers, Kamis (3/7/2023).
Penetapan status siaga darurat itu dilakukan agar penanganan dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan terpadu, guna meminimalkan dampak dari bencana kekeringan. Pemkab Garut juga mengajak masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mendukung dalam menghadapi potensi ancaman bencana ini.
“Dengan kerja sama yang kuat, kita dapat mengurangi risiko, serta melindungi lingkungan dan sumber daya alam yang berharga,” ujar Aah.
Berdasarkan pendataan BPBD, sebanyak 17 dari 42 kecamatan di Kabupaten Garut dinilai berpotensi terdampak kekeringan pada musim kemarau tahun ini. Belasan kecamatan itu tersebar di wilayah utara, tengah, maupun selatan.
Sejumlah upaya antisipasi dilakukan, antara lain menyiapkan peralatan untuk menyuplai air bersih ke wilayah terdampak kekeringan. Peralatan yang ada BPBD, Dinas Sosial, dan PDAM juga telah disiapkan untuk melakukan penanganan apabila terdapat laporan kekeringan.
Selain itu, BPBD bersama Bidang PSDA Dinas PUPR Kabupaten Garut juga telah melakukan pemetaan sumber mata air yang bisa dimanfaatkan. Pemetaan mata air itu dinilai penting karena ketika terjadi kekeringan masyarakat dapat memanfaatkannya.
BPBD Kabupaten Garut juga telah menentukan titik pengambilan air untuk wilayah selatan, utara, dan tengah ketika ada laporan kekeringan. Titik pengambilan air di wilayah selatan terdapat di LAPAN, sementara wilayah utara ada di Pangatikan, dan wilayah tengah diambil langsung dari sumber PDAM.