Organisasi Hindu di Haryana Serukan Boikot Ekonomi Terhadap Umat Muslim Setempat

Pemiki usaha diminta memecat pegawai Muslim atau usaha mereka diboikot.

AP
Aparat di Haryana, India menangkap ratusan muslim dan menghancurkan rumah serta toko yang ada di kawasan mayoritas muslim tersebut.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Organisasi sayap kanan Hindu telah menyerukan boikot ekonomi terhadap bisnis Muslim dan menjauhkan Muslim dari desa-desa. Tindakan ini berlangsung setelah kekerasan komunal yang mematikan pecah di negara bagian Haryana, India.

Baca Juga


Bentrokan sektarian meletus di distrik Nuh pada 31 Juli setelah prosesi keagamaan oleh organisasi Vishwa Hindu Parishad dilaporkan diserang, dan menewaskan enam orang termasuk dua penjaga keamanan. Bentrokan dengan cepat menyebar ke distrik lain.  Di Gurugram, sebuah masjid dibakar dan seorang imam masjid, Mohammad Saad meninggal dunia. Sejauh ini, polisi Haryana telah menangkap 312 orang dan menahan setidaknya 106 orang.

Pascakekerasan, ada seruan protes dari berbagai kelompok Hindu. Dalam salah satu demonstrasi di Nuh pada 2 Agustus, di Kota Hansi di distrik Hisar, seorang pembicara dari kelompok sayap kanan Hindu Bajrang Dal, Krishna Gurjar terdengar memberikan ultimatum kepada bisnis lokal untuk memecat karyawan Muslim atau menghadapi boikot.

“Setiap penjaga toko yang mempekerjakan Muslim di tokonya, maka kami akan menempelkan poster boikot di luar toko mereka dan akan menyatakan mereka pengkhianat komunitas kami,” kata Gurjar melalui pengeras suara di jalanan yang ramai.

“Hanya pedagang Hindu yang akan hadir di sini. Jika setelah dua hari ditemukan pedagang Muslim, maka apa pun yang terjadi padanya hanya dia yang akan bertanggung jawab. Saya berbicara tentang pengusiran Muslim asing, seperti Rohingya," ujar Gurjar, dilaporkan Aljazirah, Sabtu (12/8/2023).

Seorang pengacara Shahrukh Alam mengatakan, seruan boikot ekonomi terhadap Muslim sebagai bagian dari pola kekerasan struktural terhadap mereka. “Tuntutan ini entah bagaimana mengandaikan bahwa umat Islam memiliki hak yang lebih rendah atas negara ini, dan dengan demikian mereka dapat diperintahkan ke luar kota dan distrik. Apalagi, tuntutan tersebut melanggar keutuhan dan keamanan bangsa India. Mereka melanggar hak dasar yang dijamin dalam Konstitusi India,” kata Alam.

Alam mengatakan, petugas polisi sering terlihat berjalan dengan para aktivis Hindu di aksi unjuk rasa. “Kadang-kadang, personel polisi terlihat mengamati aksi unjuk rasa yang penuh kebencian ini dari pinggir lapangan. Untuk itu, kurangnya tindakan dari polisi juga melanggar perintah Mahkamah Agung,” kata Alam.

Pada April 2023, Mahkamah Agung memerintahkan negara....

Pada April 2023, Mahkamah Agung memerintahkan negara bagian India untuk mendaftarkan insiden ujaran kebencian tanpa menunggu pengaduan  diajukan. Wakil pengawas polisi Hansi, Virendar Sangwan mengatakan, sebuah kasus telah diadukan terhadap Gurjar dan lainnya karena kerusuhan dan mempromosikan permusuhan antar kelas.

Dalam demonstrasi pada 6 Agustus di Desa Tigra, Haryana, pengunjuk rasa Hindu menuntut pembebasan pria yang ditangkap karena membunuh imam Masjid Anjuman Jama di distrik Gurugram. Seorang pengunjuk rasa dari Bajrang Dal, Kulbhushan Bhardwaj mengatakan, dia dan kelompoknya ada memastikan pedagang Muslim tidak mendapatkan dukungan.

“Ada ratusan pria Muslim yang bekerja di Gurugram sebagai tukang kayu, tukang cukur, penjual sayur, mekanik, dan supir taksi, dan kami selalu mendukung mereka. Tapi sekarang kami akan memastikan mereka tidak mendapat dukungan dari mana pun karena mereka bertanggung jawab untuk mengganggu perdamaian di kota," kata Bhardwaj.

“Muslim seharusnya tidak diizinkan untuk tinggal atau bekerja di kota.  Kami mengimbau masyarakat kota untuk tidak menyewakan apartemen atau permukiman kumuh kepada mereka," kata Bhardwaj.

Sebuah kasus didaftarkan terhadap Bhardwaj dan lainnya karena mempromosikan permusuhan antara kelompok yang berbeda. Namun petugas polisi di Gurugram tetapi memberikan tanggapan.

Lebih dari 50 badan pemerintahan desa di tiga distrik yaitu Mahendergarh, Rewari dan Jhajjar di negara bagia  Haryana, pada 3 Agustus mengatakan, mereka memutuskan untuk melarang masuknya pedagang Muslim ke wilayah mereka setelah terjadi kekejaman terhadap umat Hindu di Nuh. Dalam sebuah surat, puluhan badan pemerintahan desa mengatakan, tidak ada Muslim yang diizinkan melakukan bisnis apa pun di desa seperti menjual barang, membeli ternak, bahkan mengemis. Langkah tersebut didukung oleh seorang influencer sayap kanan terkemuka.

Alam mengatakan, pernyataan yang dikeluarkan oleh badan pemerintahan desa itu bertentangan dengan hukum.

“Tindakan menulis surat semacam itu sendiri merupakan pelanggaran dan kekerasan terhadap integritas India, persaudaraan dan kesetaraan status yang dijanjikan dalam Konstitusi. Sangat mengecewakan bagi saya bahwa pihak berwenang telah memilih untuk tidak segera mengadili penulis surat-surat tersebut,” kata Alam.

Pada 8 Agustus, pengacara Kapil Sibal mengeluarkan petisi ke Mahkamah Agung India menentang seruan boikot ekonomi terhadap umat Islam. Sehari kemudian, serikat pekerja berkumpul di distrik Hisar Haryana dengan ribuan petani untuk berdemonstrasi.

“Surat-surat yang melarang masuknya pedagang Muslim ini tidak konstitusional.  Saya rasa tidak semua desa setuju dengan ini,” kata seorang petani, Suresh Koth yang mengorganisir protes tersebut.

Koth mengatakan, para pemimpin dari semua agama di negara itu, termasuk Hindu, Muslim dan Sikh, diundang untuk membahas situasi tersebut. “Kami berpesan agar para perusuh ditangkap dan kami menginginkan perdamaian,” kata Koth. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler