Karena Peta Hingga Muatan LGBT, Deretan Negara Ini Larang Penayangan Barbie

Barbie telah berhasil meraup 1,18 miliar dolar AS dari penyayangan secara global.

Dok Warner Bros. Pictures
Salah satu adegan di film Barbie (2023).
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Film Barbie disambut dengan antusiasme yang besar dari penggemar di berbagai negara. Film garapan sutradara Greta Gerwig ini bahkan berhasil mengantongi pemasukan sebesar 1,18 miliar dolar AS atau sekitar Rp 18 triliun dari penayangan global. Meski begitu, sejumlah negara memilih untuk tidak menayangkan film ini.

Salah satu negara yang melarang penayangan film Barbie adalah Vietnam. Larangan ini muncul karena salah satu adegan dalam film Barbie menampilkan gambar peta yang cukup kontroversial.

Sekilas, peta tersebut tampak seperti peta yang dibuat oleh anak-anak menggunakan krayon. Peta tersebut menjadi kontroversial karena menampilkan sembilan garis putus-putus Cina pada area laut yang menjadi sengketa di antara Cina dan beberapa negara lain, seperti Vietnam dan Filipina.

Kemunculan peta tersebut membuat pemerintah Vietnam memutuskan untuk melarang penayangan Barbie. Sedangkan di Filipina, Barbie boleh ditayangkan di bioskop setelah kemunculan peta kontroversial dalam film ini diburamkan atau disensor, seperti dilansir OutlookIndia pada Rabu (16/8/2023).

Rusia juga menerapkan larangan sementara terhadap penayangan Barbie di negara mereka. Larangan sementara ini diberlakukan karena pemerintah menilai Barbie mempromosikan perilaku konsumerisme di antara anak-anak kecil, menurut laporan IANS.

Beberapa negara timur tengah juga melarang penayangan film yang dibintangi oleh Margot Robbie dan Ryan Gosling ini di negara mereka. Sebagian dari negara-negara tersebut adalah Kuwait dan Libanon.

Pemerintah Kuwait melarang penayangan Barbie karena film ini dianggap dapat mengganggu etika publik dan tradisi sosial di negara tersebut. Wakil Sekretaris Kementerian Pers dan Publikasi Kuwait, Lafy Al Subei, mengungkapkan bahwa komite penyiaran biasanya hanya akan menyensor film asing yang tidak sesuai dengan etika publik.

Akan tetapi, Barbie dinilai membawa konsep, pesan, serta promosi perilaku yang sangat tidak sesuai dengan nilai yang dijunjung di negara Kuwait. Oleh karena itu, alih-alih melakukan penyensoran, Kuwait memilih untuk melarang penayangan Barbie.

Di sisi lain, pemerintah Lebanon melarang penayangan Barbie karena menganggap film tersebut membawa nilai yang bertentangan dengan moral sosial serta agama di negara mereka. Mereka menilai film tersebut mengerdilkan pentingnya unit keluarga yang sangat dihargai di negara mereka, seperti dilansir Fast Company Middle East.

Selain itu, mereka juga menilai bahwa film ini mempromosikan homoseksualitas dan transeksualitas. Seperti diketahui, kedua hal ini bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan yang dianut di Lebanon.

"(Film ini) mempromosikan homoseksualitas dan transeksualitas, mendukung penolakan atas perwalian seorang ayah, mengerdilkan dan mencemooh peran ibu, serta mempertanyakan esensi pernikahan dan membangun keluarga," ungkap Menteri Budaya Libanon Mohammad Mortada, seperti dilansir BBC.

Baca Juga


Aljazair menjadi yang terbaru untuk menarik izin penayangan Barbie. Seperti dilansir People, larangan ini muncul setelah Barbie sudah ditayangkan selama beberapa pekan di negara tersebut.


Aljazair memutuskan untuk menarik Barbie dari bioskop-bioskop di negara mereka karena menilai film ini mempromosikan homoseksualitas. Selain itu, film tersebut juga dianggap mempromosikan nilai-nilai menyimpang lain dari Barat.

"(Serta nilai-nilai) yang tidak sesuai dengan keyakinan agama dan budaya Aljazair," ujar pemerintah Aljazair melalui pernyataan resmi mereka.

Di Pakistan, rencana penayangan Barbie sempat ditunda karena film tersebut memuat tema LGBTQ. Akan tetapi, film ini diperbolehkan tayang setelah adegan serta dialog yang memuat unsur LGBT dipotong atau disensor, seperti dilansir OneIndia.

Hal serupa juga terjadi di Uni Emirat Arab. Barbie baru boleh ditayangkan setelah melalui proses penyensoran. Selain itu, mereka juga mengubah rating film yang semula untuk penonton berusia 13 tahun ke atas menjadi untuk penonton berusia 15 tahun ke atas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler