Jakpro Tanggapi Gugatan Warga Kampung Bayam: Kita Lagi Komunikasi
Jakpro mengaku akan kooperatif dengan tuntutan warga Kampung Bayam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Iwan Takwin, mengatakan bahwa pihaknya tengah berkomunikasi mengenai gugatan warga Kampung Bayam mengenai penempatan Kampung Susun Bayam (KSB). Warga Kampung Bayam pada awal pekan ini diketahui menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan PT Jakpro ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena tidak juga menempati unit di KSB.
“Kita lagi komunikasi. Kan harus dikomunikasikan,” kata Iwan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Saat ditanya tentang sudah atau belumnya tim kuasa hukum untuk menangani persoalan tersebut, Iwan menekankan dilakukannya komunikasi. Namun, tidak disampaikan komunikasi macam apa yang dimaksud. “Intinya komunikasi,” ujar dia.
Iwan mengaku pihaknya akan kooperatif terhadap adanya gugatan dari warga Kampung Bayam tersebut.
“Kooperatif lah. Kita komunikasi intinya, komunikasi terus. Kan ada tim community development di Jakpro, itu yang melakukan komunikasi. Kalau enggak, nanti kita juga disalahkan,” tutur dia.
Sebelumnya dikabarkan, Warga Kampung Bayam menggugat Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakpro ke PTUN Jakarta. Gugatan dilayangkan lantaran para warga tidak juga mendapatkan hak atas unit di Kampung Susun Bayam
Para penggugat terdiri dari beberapa warga Kampung Bayam yang mengalami kerugian akibat terdampak pembangunan Jakarta International Stadium (JIS). Layangan gugatan itu merupakan tindak lanjut dari upaya administratif yang telah dilakukan warga Kampung Bayam pada Februari dan Maret 2023 lalu.
Informasi layangan gugatan itu disampaikan oleh Lembaga Badan Hukum (LBH) Jakarta dalam keterangan resminya, Senin (14/8/2023). LBH Jakarta mengatakan, Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakpro mengabaikan tanggung jawab untuk memberikan unit Kampung Susun Bayam.
“Pengabaian oleh Pemprov DKI Jakarta dan Jakpro telah berdampak pada ketidakpastian pemenuhan ha katas tempat tinggal yang layak. Akibatnya, warga harus tinggal terkatung-katung, bahkan 5 Kartu Keluarga diantaranya harus berkemah di depan Kampung Susun Bayam karena tidak lagi memiliki uang untuk mengontrak atau mencari tempat tinggal lainnya,” kata LBH Jakarta.
LBH Jakarta bersama para penggugat dan jaringan rakyat miskin kota (JRMK) berpandangan bahwa warga Kampung Bayam telah satu tahun lebih harus terkatung-katung dan tidak juga mendapatkan kepastian untuk menempati Kampung Susun Bayam.
“Gugatan terhadap PTUN Jakarta diharapkan dapat menjadi sarana koreksi bagi kekuasaan pemerintah atas sikap abainya dalam pemenuhan hak dan tanggung jawab hukum tersebut. Gugatan ini meminta pengadilan untuk dapat menyatakan bahwa tindakan pengabaian tanggung jawab hukum pemerintah dengan tidak memberikan hak atas unit Kampung Susun Bayam sebagai tindakan melawan hukum,” lanjutnya.