Kejagung Dituding tak Serius Dalami Aliran Dana Suap Proyek BTS 4G ke Berbagai Pihak
LP3HI mendorong KPK ikut menginvestigasi aliran dana proyek BTS 4G.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengenai dugaan penghentian penyidikan terhadap Nistra Yohan dan Sadikin. Nistra diduga merupakan staf ahli salah satu anggota Komisi I DPR RI, sedangkan Sadikin diduga menjadi perantara pemberian uang yang ditujukan bagi oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Keduanya diduga menerima aliran uang terkait dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5. Kasus tersebut saat ini diurus oleh Kejagung. "Bahwa hingga permohonan praperadilan aquo diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, termohon terkesan tidak sungguh-sungguh dalam menangani perkara tindak pidana korupsi a quo, dengan tidak menerbitkan perintah membawa paksa untuk Sadikin dan Nistra Yohan," kata Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho dalam sidang di PN Jaksel, Senin (21/8/2023).
Dalam gugatannya, LP3HI mengatakan Nistra diduga menerima uang sebesar Rp 70 miliar pada Desember 2021 dan pertengahan tahun 2022. Adapun Sadikin diduga mendapat aliran dana sebesar Rp 40 miliar untuk oknum BPK pada pertengahan 2022. Kurniawan menyampaikan Kejagung telah melakukan pemanggilan kepada Nistra Yohan dalam proses penyidikan perkara BTS 4G Kominfo. Tetapi Nistra Yohan ogah memenuhi panggilan Kejagung.
Kurniawan meminta Kejagung bersikap tegas terhadap ulah Nistra Yohan. Kejagung dimintanya agar menerbitkan perintah bawa paksa yang diatur dalam KUHAP, serta memasukkan Staf Ahli Anggota Komisi I DPR tersebut ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Apabila yang bersangkutan telah dipanggil namun tidak datang, seharusnya termohon bisa menerbitkan perintah membawa paksa," ujar Kurniawan.
Kurniawan menduga Kejagung tebang pilih dalam mendalami kasus ini. Hal ini didasari dari keengganan Kejagung terbuka kepada masyarakat soal sosok Sadikin. Padahal, identitas Sadikin dapat dilacak dengan gambar sketsa dari keterangan Irwan Hermawan dan Windi Purnama yang disesuaikan dengan data kependudukan Kementerian Dalam Negeri.
"Akibatnya, tindak pidana korupsi a quo tidak menjadi terang benderang dan termohon terkesan tebang pilih, karena berdasarkan keterangan Irwan Hermawan dan Windi Purnama (terdakwa perkara BTS), terdapat aliran dana korupsi BTS yang mengalir ke oknum anggota DPR Komisi I," ujar Kurniawan.
Di sisi lain, LP3HI mendorong KPK ikut menginvestigasi kucuran dana proyek BTS 4G. Sebab proyek itu disebut menimbulkan kerugian keuangan negara hingga triliunan rupiah.
"Hingga permohonan praperadilan a quo diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, turut termohon (KPK) tidak melakukan koordinasi dan supervisi agar tidak terdapat tebang pilih dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh termohon," ucap Kurniawan.
Berbicara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mendukung wacana KPK turut ambil bagian dalam pengusutan aliran-aliran dana korupsi BTS 4G BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Ketut mengatakan, tim penyidikan di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sudah sering berkordinasi dan bekerja sama dalam pengusutan kasus-kasus tindak pidana korupsi.
“Kita (Kejakgung) siap bekerja sama (dengan KPK) biar clear and clean dalam penanganan perkara,” kata Ketut lewat pesan singkat, Senin (21/8/2023).
Selama ini, Ketut mengatakan, penyidikan sejumlah kasus korupsi yang dilakukan di Jampidsus kerap melibatkan KPK dalam kordinasi, dan saling bertukar informasi, maupun data pembuktian. Pun sebaliknya, dikatakan Ketut, penyidikan kasus korupsi yang dilakukan di KPK juga kerap mengandalkan Jampidsus dalam penanganannya.
“Kita (Kejakgung) sudah terbiasa bekerja sama seperti dalam kasus korupsi Garuda Indonesia, Duta Palma. Di KPK menangani kasus suap dan gratifikasinya (Pasal 5 dan Pasal 12 UU Tipikor). Dan perkara pokoknya (Pasal 2 UU Tipikor) kita yang tangani,” kata Ketut.
Dalam kasus lainnya, terkait suap dan gratifikasi yang melibatkan Djoko Tjandra, dan Jaksa Pinangki Sirna Malasari pada 2020 lalu, pun KPK terlibat dalam supervisi, kordinasi, serta pengawasan penyidikan yang dilakukan di Jampidsus. Begitu juga, kata Ketut, jika di KPK, berencana untuk melakukan penyelidikan.
“Kita mendukung KPK untuk mengungkapnya sampai tuntas,” sambung Ketut.
Namun sampai saat ini, Senin (21/8/2023), Ketut menerangkan, belum ada penyampaian resmi dari KPK kepada Jampidsus di Kejakgung terkait wacana kerjasama, kordinasi, dan supervisi penanganan kasus tersebut. “Intinya, kita siap bekerjasama, dan saling men-support apa yang dibutuhkan,” ujar Ketut.