BMKG: Sektor Pangan Rentan Terhadap Perubahan Iklim
Kenaikan suhu menimbulkan krisis air yang merambat pada kerawanan pangan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan pangan menjadi salah satu sektor yang terdampak pada perubahan iklim global.
"Jadi isunya selain kenaikan muka air laut, lahan yang semakin sempit, pangan pun semakin berkurang," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam acara Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045 di Jakarta, kemarin.
Ia mengemukakan, pada 2050 diprediksi dunia mengalami peningkatan kerentanan pada stok pangan, termasuk Indonesia. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) memprediksi lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen dari stok pangan dunia adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim.
Ia menambahkan kerentanan pangan itu tidak lepas dari kenaikan suhu global yang akhirnya memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air sehingga menghasilkan water hotspot atau krisis air. "Tidak peduli negara maju atau berkembang, krisis air ini kaitannya dengan ketahanan pangan," ungkapnya.
Di Indonesia, kata dia, tren suhu rata-rata tahunan periode 1951-2021 mengalami peningkatan temperatur 0,15 derajat Celsius per 10 tahun. Dampaknya ke tren curah hujan, jadi frekuensi kejadian ekstrem semakin sering dengan intensitas tinggi.
Ia mengatakan, saat ini kenaikannya mencapai 1,2 derajat Celsius, lebih tinggi dibandingkan masa sebelum revolusi industri. "Kejadiannya ekstrem semakin ekstrem. Kalau tidak ada mitigasi, kenaikannya bisa mencapai 3,5 derajat Celsius. Berarti berapa kali lipat dari sekarang, kondisi ekstrem mungkin sudah menjadi kenormalan baru," kata Dwikorita.
Ia mengatakan apabila tidak dilakukan mitigasi, kenaikan suhu akan berdampak besar pada seluruh pulau-pulau besar di Tanah Air.