Ekonom: Mobil Listrik Hanya Sebatas Pilihan Konsumen, Tak Mampu Benahi Masalah Polusi
Mobil listrik bukan solusi jika sumbernya masih berasal dari pembangkit batu bara.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan kendaraan listrik baik mobil maupun motor listrik diyakini tak akan banyak membenahi masalah polusi udara di Jakarta bila sumber penghasil listrik masih mengandalkan batu bara. Keberadaan kendaraan listrik saat ini dinilai hanya sebatas menjadi varian pilihan bagi konsumen di Indonesia.
“Sempat dikatakan bahwa mobil listrik akan membantu transisi energi? Ya, kalau sektor hulu tidak diubah, itu tidak akan berpengaruh,” kata Ekonom Indef, Ahmad Heri Firdaus dalam webinar, Selasa (22/8/2023).
Heri tak menampik kendaraan bermotor menjadi salah satu penyumbang polusi udara seperti yang terjadi Jakarta saat ini. Pasalnya, pertumbuhan populasi motor dan mobil bahkan tembus hampir satu juta unit per tahun.
Namun, dengan penggunaan kendaraan listrik yang semakin besar, kebutuhan suplai listrik dari pembangkit akan makin besar pula. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit baru bara mau tak mau akan semakin banyak menghasilkan emisi.
Hal itu bukan tanpa alasan, sebab total kapasitas pembangkit listrik terpasang masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Baru Bara atau sekitar 48,5 persen.
“Jadi, adanya mobil listrik sekarang hanya sebatas pilihan konsumen kalau mau beli mobil. Dulu merknya itu-itu saja, kalau sekarang variannya banyak,” kata dia.
Alih-alih kampanye kendaraan listrik, Heri mengingatkan agar pemerintah lebih fokus membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Dari bagaimana agar pembangkit listrik ramah lingkungan bisa mendominasi serta kemudahan masyarakat dalam memakai kendaraan listrik.
Bila transformasi pembangkit listrik belum juga dilakukan, Heri mengatakan, PLTU justru akan semakin banyak demi memenuhi kebutuhan listrik untuk kendaraan.
Peneliti Continuum Indef, Maisie Sagita, menambahkan, hasil riset yang dilakukan di media sosial oleh Continuum Indef menunjukkan hal sama. Riset dilakukan pada 31 Juli-21 Agustus 2023 dengan objek 44.268 perbincangan yang diunggah oleh 34,5 ribu pengguna Twitter.
“Sebanyak 92,1 persen publik tidak setuju dengan solusi penggunaan kendaraan listrik. Mungkin mobil ini sehari-hari memang tidak hasilkan emisi, tapi untuk produksi listriknya menghasilkan emisi,” kata dia.
Maisie menambahkan, publik justru mempertanyakan mengapa pemerintah terkesan berjualan mobil listrik padahal efek yang dihasilkan hampir nihil bila pembangkit listrik tetap mengandalkan batu bara.
Solusi yang paling didukung, kata Maisie justru penggunaan kendaraan umum. “Sebanyak 71 publik meminta pemerintah memperbanyak transportasi umum ramah lingkungan Meskipun, ada sebagian yang tetap merasa keberadaan PLTU Batu Bara yang hasilkan polusi harus ditindak,” ujarnya.