Cinta Tanah Air dalam Perspektif Islam

Ada empat landasan yang menguatkan alasan seorang muslim harus mencintai tanah air.

Dok istimewa
Ketua Bidang Pembinaan Jamaah, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Hakimuddin Salim berbicara secara daring, di hadapan para WNI di Jepang yang tergabung dalam 14 komunitas muslim, seperti KMII Jepang, CICC, IPMI, dan Ruumu Ichi, Jumat malam (25/8/2023).
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, Seperti agenda musiman, silang pendapat seputar kewajiban mencintai tanah air bagi seorang Muslim selalu mewarnai momen HUT RI, termasuk pada perayaan yang ke-78. Sejumlah orang seolah tampak masih gemar mempertentangkan wawasan kebangsaan dengan ajaran agama.

Baca Juga


Respons atas hal itu sangat beragam. Ada yang menanggapinya secara tegas bahwa cinta terhadap tanah air berkaitan erat dengan keimanan seseorang, sebagaimana ungkapan hubbul wathan minal iman. Ada juga yang apatis sehingga berujung pada perasaan cinta yang setengah hati.

Atas kebingungan tersebut, Ketua Bidang Pembinaan Jamaah, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Hakimuddin Salim, menawarkan alternatif jawaban. Dalam kajian yang diprakarsai oleh Pimpinan Cabang Istimewa (PCI) Aisyiyah dan Muhammadiyah Jepang, ia menyebutkan empat pilar yang dapat menguatkan alasan seorang muslim harus mencintai tanah airnya.

Pertama, kata Doktor Pendidikan Islam lulusan Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, dengan predikat summa cum laude itu, fakta atau takdir Allah Swt bahwa Indonesia merupakan tempat lahir dan tumbuh-kembang seorang muslim. Kalaupun bukan negara kelahirannya, ia adalah tempat lahir para orang tua, sesepuh, dan leluhur umat Islam di Indonesia.

"Karena ada ikatan historis di mana Allah menakdirkan dan menetapkan kita lahir di Indonesia, sangat wajar, lumrah, dan manusiawi apabila kemudian tumbuh rasa cinta terhadap tanah air," tuturnya, secara daring, di hadapan para WNI di Jepang yang tergabung dalam 14 komunitas muslim, seperti KMII Jepang, CICC, IPMI, dan Ruumu Ichi, Jumat malam (25/8/2023) lalu.

Dalam istilah populer, rasa cinta terhadap tanah air itu yang seperti itu dinamakan wathaniyatul hanin atau nasionalisme yang berdasarkan kecintaan terhadap tanah leluhur. Hal itu dapat diumpamakan seperti Rasulullah yang sangat mencintai Makkah alMukarramah.

"Saat kaumnya mengusir Rasul dari Makkah ke Madinah, beliau masih sangat rindu akan Makkah karena di sana merupakan tempat lahir dan tumbuh-kembang beliau," ujarnya.

Kedua, tutur Hakimuddin Salim, landasan yang dapat menebalkan alasan kita cinta terhadap tanah air adalah tugas yang diberikan Allah Swt kepada manusia sebagai khalifatullah. Setiap muslim adalah wakil Allah di muka bumi yang bertanggung jawab untuk menjaga dan memakmurkan dunia.

Hal itu termasuk juga upaya menjaga dan melestarikan tanah air sesuai dengan kemampuan masing-masing. Apalagi prioritas seorang muslim dalam menebar kebaikan adalah memulainya dari lingkungan yang terdekat.

"Oleh karena itu, landasan utama cinta terhadap tanah air adalah peran kita sebagai khalifatullah yang memakmurkan Indonesia," ucap Hakimuddin Salim yang disebut sebagai Doktor Pendidikan Islam pertama dari Asia Tenggara di kampus-kampus Saudi.

Ketiga, ungkapnya, landasan seorang muslim mencintai tanah airnya adalah karena Indonesia merupakan ladang dakwah atau ardhu dakwah. Seorang muslim harus menjadikan tanah airnya sebagai objek dakwah karena ia bertanggung jawab atas keislamannya.

Semua wilayah di bumi ini, lanjutnya, adalah lahan dakwah bagi seorang muslim, termasuk negeri tempatnya dilahirkan dan menimba pengetahuan. Oleh karena itu, cinta terhadap tanah air harus tertanam dalam diri setiap muslim yang hendak melaksanakan dakwah.

"Sebab, misi dakwah tidak akan maksimal tanpa perasaan cinta terhadap tanah air," tuturnya seperti dalam siaran pers.

Keempat, katanya, landasan utama seorang muslim harus mencintai tanah airnya adalah fakta bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hasil dari perjuangan banyak pihak, terutama dan sebagian besar berasal dari kalangan umat Islam. Mayoritas kaum muslimin dan ulama juga tokoh umat banyak yang menjadi pahlawan bangsa.

Oleh karena itu, sebagai generasi penerus, umat Islam di Indonesia harus menjaga warisan dan amanah kemerdekaan itu dengan baik. Apalagi terdapat fakta bahwa sila pertama Pancasila memiliki ruh keislaman berupa tauhid dan empat sila lainnya tidak bertentangan dengan nilai ketuhanan.

"Karena kemerdekaan ini berkah dari rahmat Allah, sebagaimana penggalan pembukaan UUD 1945, kita harus merasa memiliki bangsa ini yang tentu saja bukan rasa memiliki yang kemudian menuntut hak lebih atas negeri, tetapi membangun, menjaga, dan melestarikannya," ungkap Hakimuddin Salim.

Oleh karena itu, serunya, pada momen HUT ke-78 RI, seluruh umat Islam di Indonesia hendaknya bersyukur atas nikmat kemerdekaan yang dirasakan. Ungkapan syukur itu harus dituangkan ke dalam pelbagai usaha untuk mengisinya dengan sejumlah evaluasi, di antaranya, apakah negeri ini sudah diurus dengan baik sesuai dengan nilai pancasila, khususnya sila pertama?

"Agar cinta kita terhadap tanah air bernilai pahala, marilah kita senantiasa menjalankan tugas sebagai penyeru kebaikan di mana pun kita berada, terutama di tahah air kita. Hal itu dilakukan supaya bangsa ini semakin besar karena dikelola dengan nilai ketuhanan yang tidak hanya menyentuh pikiran, tetapi juga spiritualitas," tutupnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler