7 Cara Mengatasi Depresi dalam Islam
Menangis dalam keputusasaan kepada Allah SWT adalah hal yang wajar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesedihan adalah bagian dari kehidupan manusia dan siapapun bisa mengalami kecemasan dan depresi. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut dan membebani diri sendiri, tentu akan berdampak pada tingkat keimanan seseorang.
Kendati demikian, selalu ada jalan untuk mengatasinya. Dengan mengilustrasikan kisah-kisah masa lalu, Alquran memberikan panduan komprehensif tentang cara menemukan solusinya, baik secara internal maupun eksternal.
Berikut 7 Cara Mengatasi Depresi dalam Islam
1. Orang Beriman Juga Menangis
Sebagai manusia yang sempurna akalnya, akhlaknya, takwanya, dan imannya, Nabi Muhammad SAW juga tercatat pernah menangis. Entah itu untuk keluarga atau sahabat ketika terjebak dalam situasi buruk, dan bahkan ketika beribadah kepada Allah.
Menangis dalam keputusasaan kepada Allah SWT adalah hal yang wajar. Menangis bukanlah tanda lemahnya iman, tapi bukti keyakinan kita bahwa kita selalu membutuhkan pertolongan dan bimbingan-Nya.
Bayangkan keputusasaan Nabi Yunus saat ditelan ikan paus. Bayangkan juga tetesan air mata ibu Nabi Musa saat menyaksikan bayinya hanyut dalam keranjang menuju Istana Firaun. Ingatlah air mata depresi yang ditumpahkan Nabi Zakariya saat meminta anak kepada Allah untuk yang terakhir kalinya.
Intinya, yang menandai kekuatan keimanan terletak pada air mata yang mereka tumpahkan, saat memohon pertolongan kepada Allah. Jadi, ketika sobat Republika berada dalam keadaan terpuruk dan depresi, mengangislah kepada Allah SWT.
2. Jangan Terjebak pada Kesalahan Masa Lalu
Jika Anda membuat pilihan yang buruk dan berbuat kesalahan dalam keluarga, jangan biarkan hal ini membatasi diri Anda. Jangan terjebak pada kesalahan masa lalu. Kembalilah kepada Allah dengan kemauan untuk terus maju.
Hal ini tidak berarti bahwa kita harus meremehkan dosa-dosa yang kita lakukan, namun mengakui dosa-dosa tersebut agar dapat membuka jalan untuk terus maju. Begitu pula dengan Adam, ia langsung mengakui kesalahannya dan memohon ampun kepada Allah, dan Allah memberkatinya dengan karunia doa agar selalu tetap terhubung dengan-Nya.
3. Segala Sesuatu di Dunia adalah Cobaan
Kehidupan di dunia hanya sementara dan penuh dengan cobaan. Maka, anggaplah cobaan sebagai sebuah cara untuk bertumbuh lebih kuat dan lebih berkomitmen kepada Allah. Semakin sulit cobaan tersebut, semakin kuat pula rasa tidak putus asa kita akan rahmat Allah.
Dalam salah satu momen tergelap Nabi Muhammad, ketika beliau diejek dan diolok-olok atas kematian putranya, Allah menurunkan surat Al Kautsar untuknya, menjanjikan keberlimpahan yang tiada duanya, sementara orang-orang yang mencemooh disingkirkan dari nikmat Allah.
Kenyamanan duniawi seperti apa yang mungkin dapat menandingi kelimpahan di akhirat? Ini untuk dipikirkan dan direnungkan.
4. Membantu Orang Lain
Membantu orang lain adalah keyakinan dan praktik integral dari iman kita. Setelah Nabi Musa bertemu dengan Firaun, beliau menjadi buronan. Ketika mendapati dirinya menjadi orang yang tidak berdaya, tunawisma, pengangguran dan tanpa satu sen pun, Nabi Musa berpaling kepada Allah untuk meminta penebusan.
Tepat setelah doanya, Allah memberinya kesempatan untuk membantu dua orang remaja putri yang sedang berjuang dengan ternak mereka. Setelah berdoa lebih banyak sebagai imbalan lebih lanjut, salah satu saudarinya memberi isyarat kepadanya untuk bekerja kepada ayah mereka.
Dia kemudian dipekerjakan, dinikahkan dengan saudara perempuannya, dan diberi tempat tinggal dan bekerja selama delapan tahun. Menghilangkan kesulitan bagi orang lain pada akhirnya akan membuat Allah menghadiahi Anda dengan hal-hal di luar imajinasi.
5. Allah tidak akan Membebani Melebihi Kemampuanmu
Allah memberi orang beriman alat untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Misalnya, memberikan keterampilan baru untuk mendapatkan pekerjaan. Atau, mencarikan mediator untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Kita hidup di dunia dengan sumber daya yang melimpah untuk mendapatkan bantuan. Jika depresi, temukan peluang untuk konseling. Carilah kelompok pendukung. Jangkau anggota keluarga yang simpatik.
Setelah itu, susunlah rencana untuk maju karena Allah tidak akan membebanimu melebihi kemampuanmu. Hingga pada gilirannya, Anda juga akan lebih dekat kepada Allah.
6. Percaya bahwa Allah Maha Mengetahui
Surat Al-Baqarah ayat 216 Allah SWT berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”
Dalam menghadapi situasi buruk, kita tidak pernah tahu bagaimana hal itu akan membantu kita tumbuh secara individu atau sebagai komunitas. Percayalah bahwa Allah adalah Maha Mengetahui, dan akan membantu menempatkan banyak kesulitan ke dalam perspektif. Itu akan mendorong kita untuk terus maju tanpa kehilangan keyakinan.
7. Ingatlah Dua Rukun Iman
Dua rukun iman, yakni beriman kepada Qadar dan beriman kepada Hari Akhir, merupakan aspek penting dalam meyakini pahala tidak hanya akan muncul di Surga, namun semua perhitungan akan dipertimbangkan pada Hari Pembalasan. Perhitungan itu akan mencerminkan ketidakadilan, penindasan, dan tingkat kesabaran serta ketekunan kita dalam menghadapi kesulitan.
Segala sesuatu yang terjadi juga telah ditentukan sebelumnya. Karena itu, kita perlu memiliki keyakinan penuh pada takdir yang telah ditentukan. Kita perlu menghadapi tantangan dengan kebijaksanaan dan kesabaran, daripada rasa takut dan depresi.
Kesedihan, kecemasan dan depresi merupakan unsur normal yang membekas di hati. Namun, semua itu bisa terselesaikan. Hal-hal tersebut bukanlah tanda kelemahan, kecuali kita memutuskan untuk membiarkan hal-hal tersebut memakan kita secara negatif.