Saudi Tentukan Standar Pakaian Umroh Wanita, Sesuai Standar Aurat yang Disepakati Ulama?

Wanita harus mengenakan pakaian yang sopan ketika umroh

Dok PPIH Arab Saudi.
Ilustrasi jamaah umroh wanita duduk di bus menuju Masjidil Haram.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kerajaan Arab Saudi sedang getol mempromosikan wisata negerinya ke banyak orang. Wisata di sini termasuk haji dan umroh. Nah untuk melancarkan kegiatan wisata, haji, dan umroh, mereka membuat aturan khusus. Salah satunya yang mengatur soal pakaian wanita.

Baca Juga


Sejak lama Saudi dikenal berhati-hati membuat aturan terkait kewanitaan. Dahulu, wanita di Saudi berperan di urusan rumah tangga. Kemudian lambat laun mulai terjun ke ruang publik. Mereka juga tampil bekerja dan mengaktualisasikan diri.

Di era kepemimpinan Raja Salman, wanita mendapatkan kebebasan untuk tampil di ruang publik dengan tetap memperhatikan norma dan kearifan tradisi setempat. Mereka mengendarai mobil dan memasuki sektor – sektor publik.

Saat ini wanita juga tampil menjadi petugas di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ada yang mengenakan niqab, ada yang menampilkan wajah mereka.

Nah terkait dengan wisatawan wanita, khususnya yang akan melaksanakan umroh, Saudi menetapkan aturan pakaian apa yang dikenakan wisatawan umroh tersebut.

Berdasarkan pemberitaan sejumlah kantor berita di Timur Tengah, Saudi mengharuskan peziarah umroh wanita mengenakan pakaian yang longgar, bebas dari ornamen, dan menutupi tubuh wanita. Aturan tersebut disorot saat musim umroh mengambil momentum di Arab Saudi.

Apakah itu sudah sesuai dengan standar Islam?

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Dalam buku Batasan Aurat Wanita di Depan Mahramnya, Ustazah Aini Aryani menjelaskan, pada dasarnya menurut mayoritas ulama fikih aurat wanita yang tak boleh terlihat oleh laki-laki yang bukan mahram adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua tangannya, yaitu sebatas pergelangannya. 

"Ini adalah pendapat mayoritas ulama atau lebih sering disebut sebagai jumhur ulama," kata Ustaz Aini Aryani. 

Pendapat jumhur ulama tersebut memiliki sedikit perbedaan dengan Mazhab Al-Hanafiyah. Dalam Mazhab Hanafi disebutkan bahwa kaki bukan termasuk aurat wanita, yaitu sebatas mata kaki. Alasannya hajat yang sulit ditampik. Penjelasannya kurang lebih karena wanita punya kebutuhan untuk bermuamalah dengan kaum lelaki dalam kehidupannya sehari-hari, seperti untuk mengambil atau memberi sesuatu dengan tangannya. 

Ustazah Aini mengatakan, ulama dari Madzhab Hambali juga sedikit berbeda dengan jumur ulama, di mana kebanyakan para ulama mereka sepakat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, tanpa pengecualian wajah dan tangan. Bahkan, kukunya pun aurat juga. 

"Namun, ketika wanita sedang berihram, mereka sepakat bahwa wajahnya wajib nampak dan terlihat, dengan alasan ini adalah pengecualian yang berlaku khusus hanya dalam ibadah ihram," kata Ustazah Aini. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler