Berkah tak Ternilai yang Kadang Luput Kita Syukuri
Sheikh al-Ghazali menyebut semua kehidupan adalah anugerah yang patut disyukuri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama hidup di dunia, pernahkah kita satu kali saja memperhatikan hal-hal kecil? Seperti sekadar keluar rumah, menghirup udara pagi yang segar, atau menikmati pancaran sinar matahari?
Jika seseorang mulai lalai terhadap kesehatan tubuhnya, keutuhan organ tubuh dan kesempurnaan kemampuan yang dimiliki, ada baiknya segera bergerak dan memperbaiki diri.
Dalam hidup ini, modal yang harus dimiliki bukanlah emas dan perak. Modal sejati atau kekayaan sejati adalah kemampuan yang Allah SWT berikan, seperti kecerdasan, kebebasan, serta anugerah tertinggi berupa kesehatan yang baik.
“Maukah kamu menjual kedua mata dengan harga satu miliar dolar?” Seorang penulis dan pendidik Dale Carnegie bertanya-tanya, “Apa yang akan Anda ambil untuk kedua kaki dan tangan Anda? Pendengaranmu? Anak-anak Anda atau keluarga Anda?"
Ulama Sheikh Mohammed al-Ghazali yang juga penulis menyebut silakan tambah semua aset yang dimiliki, kemudian kalian akan menyadari kalian tidak akan menjual apa yang dimiliki untuk semua emas yang pernah diharapkan. Namun, apakah kita menghargai semua ini? Jawabannya adalah tidak.
Seperti yang dikatakan Schopenhauer, “Kita jarang memikirkan apa yang kita punya, tapi selalu memikirkan apa yang kurang."’ Manusia disebut memiliki kecenderungan jarang memikirkan apa yang telah dimiliki, tapi selalu memikirkan apa yang kurang, yang mana ini adalah tragedi terbesar di dunia.
Dalam sebuah riwayat dikisahkan Ibnu Al-Samak, seorang ulama yang saleh, sedang menghadiri kajian Khalifah Harun Al-Rasyid. Setelah meminta air, ia berkata kepadanya: “Nasihati saya.”
Dengan cangkir terangkat ke mulutnya, Ibnu Al-Samak bertanya, “Wahai Emir Orang Beriman, jika minuman air ini tidak diberikan kepadamu, maukah kamu membayar kerajaanmu untuk itu?” Khalifah berkata, “Ya.”
Setelah meminumnya, Ibnu Al-Samak kembali bertanya, “Jika air itu ada di dalam dirimu dan kamu tidak dapat mengosongkannya (tidak dapat buang air kecil), maukah kamu membayar seharga kerajaanmu untuk mengosongkannya?” Khalifah itu menjawab, “Ya.”
Lalu, Ibnu Al-Samak berkata, “Tidak ada kebaikan di suatu kerajaan yang tidak layak diminum atau dihilangkan karena seteguk air.” Dengan kata lain, air bisa saja menjadi sebuah kepemilikan yang seorang raja saja mungkin mengorbankan kerajaannya untuk mendapatkannya.
"Masihkah kita mengingat karunia Tuhan yang begitu besar pada kita? Atau apakah kita menghargainya dan berterima kasih kepada-Nya atas hal itu?" ujar Sheikh Mohammed al-Ghazali dikutip di About Islam, Rabu (4/10/2023).
Terbiasa dalam kondisi sehat terkadang membuat seseorang lupa atau meremehkan betapa baiknya menjadi sehat. Karenanya, tak jarang dibutuhkan kondisi krisis atau hilangnya kesehatan itu untuk menghargainya.
Namun, betapapun kecil atau remehnya di mata manusia, berkah dan nikmat ini tetap utuh di sisi Allah SWT dan akan dipertanggungjawabkan seluruhnya dengan segala unsurnya di hadapan-Nya.
Nabi Muhammad bersabda, "Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, pada hari kiamat nanti akan ada seseorang yang membawa amal shaleh, yang jika ditaruh di atas gunung akan memberatkannya; maka hanya satu dari Nikmat Allah yang akan muncul (dan mengambil apa yang layak dari amal baik seorang hamba) dan hampir menghabiskan semuanya, jika bukan karena Rahmat yang Allah anugerahkan." (Al-Tabarani)
Oleh karena itu, Allah SWT berfirman dalam Alquran, "Dan jika kamu menghitung (banyaknya manfaat) suatu nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nahl ayat 18)
Sheikh al-Ghazali menyebut semua kehidupan adalah anugerah yang patut disyukuri. Allah SWT telah menganugerahi jiwa, tubuh dan segala indra, serta seluruh alam semesta yang berlimpah perbekalan dan penuh dengan tanda-tanda yang menunjuk kepadaatutSang Pencipta.
Dalam QS Al-Baqarah ayat 28, Allah SWT berfirman, "Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?"
Indra yang dimiliki manusia adalah alat untuk berinteraksi dengan alam semesta, menjelajahinya dan belajar darinya. Ketika dibanjiri oleh kekuatan, keindahan dan keluasan alam semesta, ia menyebut hendaknya manusia merasa bersyukur kepada Dia yang mengagungkan kita dengan kehidupan.
Hal ini tercermin dalam QS An-Nahl ayat 78, yang berbunyi, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur."
Kapan pun kepekaan seseorang menjadi tumpul, acuh tak acuh, atau ceroboh, serta kapan pun merasa tidak lagi menghargai nikmat Tuhan yang tak henti-hentinya mengalir, maka lakukanlah perenungan yang baik.
Sheikh al-Ghazali menyebut setelah membebaskan pikiran dari kebodohan dan kurangnya perhatian, hal ini akan membantu membangkitkan indera yang ada. Manusia akan memperbarui perasaannya dan membuka mata terhadap langit dan bumi.
Dalam QS Al-Baqarah ayat 21 hingga 22 disebutkan, "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”