Eks PM Israel: Hamas tak Dapat Dilenyapkan, Netanyahu yang Harus Mundur

Hamas tak dapat dilenyapkan karena mengakar kuat di hati dan pikiran rakyat Palestina

AP Photo/Susan Walsh
Jika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berada di negara yang normal, ia akan mengundurkan diri setelah serangan mengejutkan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Mantan perdana menteri Israel, Ehud Barak, mengatakan gerakan perlawanan Palestina, Hamas, tidak dapat dilenyapkan karena sudah mengakar kuat di hati dan pikiran rakyat Palestina. Barak menekankan, jika Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu berada di negara yang normal, ia akan mengundurkan diri setelah serangan mengejutkan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023.

“Kita tidak bisa sepenuhnya melenyapkan Hamas. Hamas adalah gerakan ideologis yang ada dalam mimpi, hati, dan pikiran rakyat (Palestina)," ujar Barak dalam sebuah wawancara dengan Ynet News, Senin (16/10/2023).

Barak mengatakan, langkah praktis yang harus dicapai dalam perang ini adalah menghilangkan kemampuan operasional Hamas di Jalur Gaza. Namun tugas ini tidak mudah sehingga harus menjadi fokus utama. Selain itu, menurut Barak, Otoritas Palestina dapat dikembalikan ke Gaza sehingga tidak ada tempat bagi Hamas.

“Kami bermaksud untuk menghilangkan kemampuan militer gerakan Hamas, dan kami juga berharap bahwa Otoritas Palestina atau entitas lain mana pun dapat dikembalikan ke sana (Gaza), karena tidak ada tempat bagi Hamas di pemerintahan Gaza,”  ujar Barak.

Barak juga menyoroti permintaan Amerika Serikat (AS) untuk melanjutkan pasokan air ke Jalur Gaza. Barak mengatakan, Israel tidak punya pilihan dan harus memenuhi permintaan AS tersebut. Karena dukungan AS terhadap Israel sangat penting.

“Saya rasa Israel tidak punya pilihan. Dukungan Amerika terhadap kita secara luas adalah sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan hal ini juga harus dibayar mahal. Ini salah satunya," ujar Barak.

Barak menggambarkan, infiltrasi perlawanan Palestina di kota-kota dan pangkalan militer di sekitar Jalur Gaza sebagai insiden paling berbahaya yang pernah terjadi sejak negara Israel berdiri. “Belum pernah terjadi hal seperti ini,  dalam hal besarnya kerugian dalam satu hari," ujar Barak.

Mengenai kemungkinan pembukaan front lain di utara dengan kelompok Hizbullah di Lebanon, Barak mengatakan, Israel tidak tertarik membuka front kedua. Barak menambahkan, dia tidak merekomendasikan Hizbullah untuk melakukan perlawanan.

“Ada kemungkinan bahwa Iran akan mendorong Hizbullah untuk membuka front kedua, dan baku tembak yang terjadi setiap hari selama dua hari terakhir dapat menyebabkan kemunduran,” kata Barak.

Barak mencatat, kebijakan Israel berfokus pada Gaza, dan bukan perluasan konfrontasi ke utara dengan Lebanon. “Anda ingin melenyapkan Hamas. Hamas tidak berada di utara, tapi di Gaza," ujar Barak.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler