Akademisi: Transisi EBT tak Bisa Langsung Gantikan Energi Fosil
Masih beroperasinya PLTU batu bara tak bertentangan dengan transisi EBT.
REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Akademisi dari Universitas Andalas sekaligus Ketua Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia Sumatra Barat (Sumbar) Insannul Kamil mengatakan transisi energi baru terbarukan (EBT) tidak bisa langsung menggantikan energi fosil seperti batu bara.
"Transisi energi ini sebuah proses. Misalnya PLTU, maka tidak bisa langsung tahun depan operasionalnya dihentikan karena ada skenario panjang yang harus disiapkan," kata Insannul Kamil di Padang, Sumbar, Ahad (22/10/2023).
Pemerintah bersama pihak terkait harus melakukan atau menyiapkan kajian dalam menjaga eksistensi transisi energi fosil. Dimana salah satunya digunakan sebagai sumber energi PLTU sebelum beralih secara penuh ke EBT.
"Jadi, kajian ini merupakan bagian dari transisi dari energi fosil ke energi hijau," kata Insannul Kamil.
Saat ini, Sumbar sedang dalam proses transisi fosil ke EBT. Data Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral Sumbar, per Desember 2022 implementasi EBT di Ranah Minang sudah mencapai 29 persen dari target 40 persen pada 2025.
Wakil Rektor III Universitas Andalas tersebut menegaskan keberadaan PLTU serta pembangkit listrik yang masih menggunakan energi fosil di daerah itu, bukan bentuk inkonsistensi pemerintah setempat yang sedang menuju net zero emission. "Bukan sesuatu yang bertentangan juga dengan pencapaian net zero emission pada 2060. Tapi skenario mengurangi energi fosil juga terus dilakukan," ujar dia.
Pemerintah Provinsi Sumbar terus mengoptimalkan berbagai potensi sumber EBT. Salah satunya menggarap energi panas bumi yang mempunyai potensi hingga 17 ribu Mega Watt.
Saat ini pemangku kepentingan baru bisa menggarap sekitar 85 Mega watt yakni di Kabupaten Solok Selatan. Namun, pemerintah sedang masuk pada tahap dua dengan estimasi 85 Mega Watt.