Ini Rekomendasi MPASI Terbaru dari WHO, Anak Wajib Makan Protein Setiap Hari

WHO merekomendasikan pemberian ASI dilanjutkan hingga anak berusia dua tahun.

Freepik
Makanan pendamping ASI (Mpasi). WHO mengeluarkan rekomendasi terbari terkait makanan pendamping ASI.
Rep: Rahma Sulistya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Health Organization (WHO) mengeluarkan rekomendasi terbaru mengenai makanan pengganti air susu ibu (MPASI). Rekomendasi ini sudah berbasis bukti mengenai pemberian MPASI pada bayi dan anak usia enam hingga 23 bulan yang tinggal di negara berpendapatan rendah, menengah, dan tinggi.


WHO juga sudah mempertimbangkan kebutuhan dari anak-anak yang diberi ASI dan tidak diberi ASI. Namun, rekomendasi ini tidak membahas untuk kebutuhan bayi prematur dan berat badan lahir rendah, anak-anak yang mengalami atau baru pulih dari kekurangan gizi akut dan penyakit serius, anak-anak yang hidup dalam keadaan darurat, atau anak-anak yang cacat.

“Kecuali untuk anak-anak penyandang disabilitas, kebutuhan kelompok anak-anak lainnya telah dibahas dalam pedoman WHO lainnya,” tulis WHO dalam situs resminya, dikutip Selasa (24/10/2023).

Rekomendasi pertama, menyusui harus dilanjutkan hingga usia dua tahun atau lebih. Untuk melaksanakan rekomendasi ini, semua perempuan menyusui memerlukan lingkungan yang mendukung dan layanan yang mendukung.

Rekomendasi kedua, untuk bayi usia enam hingga 11 bulan yang diberi susu selain ASI, dapat diberikan susu formula atau susu hewani. Sementara untuk anak usia 12 hingga 23 bulan yang diberi susu selain ASI, sebaiknya diberikan susu hewani dan tidak dianjurkan meminum susu formula.

Produk susu, termasuk susu hewani cair merupakan bagian dari pola makan yang beragam dan dapat berkontribusi terhadap kecukupan gizi. Makanan sangat penting bagi anak-anak yang tidak diberi ASI ketika makanan sumber hewani (ASF) lainnya tidak tersedia.

Jenis susu hewani yang dapat digunakan, antara lain susu hewan yang dipasteurisasi, susu evaporasi (tetapi tidak kental) yang dilarutkan, susu fermentasi, atau yogurt. Susu dengan rasa atau pemanis sebaiknya tidak digunakan.

Bayi baru boleh diperkenalkan dengan makanan....

 

Rekomendasi ketiga, bayi baru boleh diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI pada usia 6 bulan (180 hari) sambil terus menyusui.

Ini merupakan rekomendasi kesehatan masyarakat, tetapi ada juga beberapa bayi yang mungkin mendapat manfaat dari pengenalan makanan pendamping ASI sejak dini. Ibu yang khawatir akan kecukupan ASI mungkin akan mendapat manfaat dari dukungan laktasi.

Rekomendasi keempat, bayi dan anak usia enam hingga 23 bulan harus mengonsumsi makanan yang beragam. Makanan sumber hewani, termasuk daging, ikan, atau telur, sebaiknya dikonsumsi setiap hari. Buah-buahan dan sayur-sayuran sebaiknya dikonsumsi setiap hari.

Kacang-kacangan dan biji-bijian harus sering dikonsumsi, terutama ketika daging, ikan, atau telur dan sayuran dibatasi dalam makanannya. Makanan pokok bertepung harus diminimalkan. 

Makanan-makanan ini umumnya merupakan komponen besar dari makanan pendamping ASI, terutama di wilayah dengan sumber daya rendah, dan tidak menyediakan protein dengan kualitas yang sama seperti yang ditemukan dalam makanan sumber hewani.

Rekomendasi kelima, makanan tinggi gula, garam, dan lemak trans sebaiknya tidak dikonsumsi. Minuman yang dimaniskan dengan gula tidak boleh dikonsumsi. Pemanis non-gula tidak boleh dikonsumsi. Konsumsi jus buah 100 persen harus dibatasi.

Kebutuhan nutrisi tidak hanya dapat dipenuhi....

 

Rekomendasi keenam, dalam beberapa konteks di mana kebutuhan nutrisi tidak dapat dipenuhi hanya dengan makanan yang tidak difortifikasi, anak usia enam hingga 23 bulan dapat memperoleh manfaat dari suplemen nutrisi atau produk makanan yang difortifikasi.

Bubuk multi mikronutrien (MNPs) dapat memberikan sejumlah tambahan vitamin dan mineral tertentu tanpa menggantikan makanan lain dalam pola makan.

Dan rekomendasi WHO terakhir adalah anak-anak usia enam hingga 23 bulan harus diberi makan secara responsif, yang didefinisikan sebagai praktik pemberian makan yang mendorong anak untuk makan secara mandiri dan sebagai respons terhadap kebutuhan fisiologis dan perkembangan, yang dapat mendorong pengaturan diri dalam makan dan mendukung perkembangan kognitif, emosional dan sosial.

Melaksanakan intervensi pemberian makanan yang responsif, memerlukan petugas layanan kesehatan dan pihak lain yang bertugas memberikan intervensi tersebut. Tujuannya agar memiliki kapasitas untuk memberikan panduan yang diperlukan kepada pengasuh dan keluarga. 

Penerapan rekomendasi ini akan mengharuskan pengasuh untuk mempunyai waktu untuk hadir saat anak kecil makan atau makan sendiri, dan memiliki seseorang ketika anak tiba-tiba kehilangan nafsu makanan saat makan sendiri.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler