Profesor AS Ingatkan Israel Bahaya Serangan Darat ke Gaza, Bisa Hilang Banyak Tentara

Profesor AS menilai Israel punya alasan untuk menangguhkan serangan darat.

EPA-EFE/MARTIN DIVISEK
Seorang tentara Israel berjalan di samping kendaraan lapis baja yang duduk di daerah sepanjang perbatasan dengan Gaza, Israel selatan
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID GAZA -- Bombardir Israel ke Jalur Gaza tak kunjung henti. Israel pun bersiap untuk melancarkan serangan darat secara besar-besaran. 

Baca Juga


Menurut David DesRoches, profesor dari Pusat Kasijan Asia Timur-Selatan Departemen AS, meski Israel telah menyatakan akan menggelar operasi darat, tapi mereka masih punya alasan untuk menangguhkan penyerangan ke Gaza. 

"Ada sejumlah alasan. Pertama akan sangat sulit untuk bertempur di daerah padat penduduk, dan butuh upaya keras. Banyak tembakan, dan Anda akan kehilangan banyak tentara," ujarnya kepada Aljazirah, Jumat.

Sehingga menurutnya, keputusan untuk menunda penyerangan merupakan kepetingan buat Israel sepanjang mereka bisa mengisolasi Hamas menggunakan strategi kanalisasi. 

"Kedua, saya berpendapat, dalam level strategis Israel harus menunjukkan kepada komunitas global bahwa mereka telah kehabisan semua upaya diplomasi. Hamas telah melakukan penyanderaan," katanya.  

Sementara itu, politikus Hamas Ezzat el-Reshiq meyakinkan bahwa Brigadir al-Qasam telah siap mengusir para penjajah yang hendak menyerang Gaza. Mereka siap mengeluarkan kekuatan penuh melawan serangan darat Israel. 

"Netanyahu dan tentara mereka tidak mampu mencapai tujuan militer yang mereka inginkan," ujarnya. 

Ia menegaskan, langkah Israel membombardir Gaza dan mematikan telekomunikasi serta jaringan internet hingga menghentkan pasoan medis merupakan kejahatan. 

 

 

Komunikasi terputus

Aksi bombardir Israel ke Jalur Gaza terus berlangsung.  Israel melancarkan serangan membabi buta tanpa kenal apakah sipil atau para pejuang hamas. 

Laporan Aljazirah dari jalur Gaza pada Jumat (27/10/2023) malam, menggambarkan kepanikan warga di utara Jalur Gaza. Mereka panik karena semua komunikasi terputus. Israel mengintensifkan serangannya. 

"Merea biasanya saling mengabarkan kondisi satu sama lain saat serangan udara Israel. Mereka sangat khawatir dengan kerabt yang mereka cintai." 

Aljazirah menggambarkan bagaimana orang yang saling bantu satu sama lain, dengan bahu mereka membawa korban ledakan ke rumah sakit. Hal itu dilakukan karena mereka tidak bisa berkomunikasi dengan rumah sakit. 

Lebih dari 7.000 warga Palestina dilaporkan meninggal sejak serangan Israel pada 7 Oktober. Korban yang wafat termasuk 2.913 anak kecil.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler