Ratusan Akademisi Minta Universitas di Irlandia Putuskan Hubungan dengan Israel
Para akademisi Irlandia mengutuk keras serangan Israel ke Gaza, Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebanyak 600 akademisi meminta universitas-universitas di Irlandia memutuskan hubungan dengan lembaga-lembaga Israel. Pasalnya, skala dan kekejaman perang Israel di Jalur Gaza melewati tingkat kekerasan yang pernah ada selama pendudukan berkepanjangan dan brutal Israel di Palestina.
Surat yang ditandatangani para akademisi di dan dari Irlandia, dan diberitakan Irish Times, dikutip Ahad (5/11/2023), mengutuk serangan Israel di Gaza sebagai operasi pembersihan etnis dan menurut banyak pakar dianggap kekerasan genosida.
Surat tersebut menyebutkan banyak universitas Irlandia dan proyek penelitian yang dibiayai Uni Eropa berkolaborasi aktif dengan universitas-universitas Israel.
"Kami menyeru semua universitas di Irlandia agar segera memutuskan kemitraan institusional atau afiliasi dengan institusi Israel yang saat ini ada," tulis mereka dalam surat itu.
"Kerja sama itu harus dihentikan sampai pendudukan di wilayah Palestina diakhiri, hak warga Palestina mendapatkan kesetaraan dan penentuan nasib sendiri diwujudkan, dan hak pengungsi Palestina untuk kembali difasilitasi,” tambah mereka dalam surat tersebut.
Surat itu juga menyebutkan bahwa serangan kelompok bersenjata Palestina pada 7 Oktober termasuk serangan kriminal terhadap warga sipil. Namun dalam kondisi apa pun hukum internasional tak membolehkan bombardemen sistematis dan hukuman kolektif terhadap warga sipil di wilayah pendudukan yang terkepung.
"Bahasa dan kiasan tidak manusiawi yang banyak digunakan oleh para pemimpin Israel untuk masyarakat Palestina mencerminkan hal-hal yang biasanya berkaitan dengan hasutan dan niat genosida,” tulis surat tersebut.
Surat itu menggarisbawahi bahwa lebih dari 3.700 anak-anak tewas akibat dibom Israel sehingga melebihi jumlah tahunan anak-anak yang terbunuh dalam gabungan konflik bersenjata di dunia. Banyak warga Palestina meninggal dunia akibat kekurangan bahan bakar, air, listrik dan obat-obatan karena blokade disengaja.
Rumah sakit di Gaza hampir tidak berfungsi karena tidak ada listrik untuk ventilator, menggunakan cuka untuk antiseptik, mengoperasi tanpa pembiusan, dan terus dibombardir Israel. Keadaan ini sangat tidak manusiawi.
Para akademisi itu melanjutkan bahwa para pakar Holocaust dan genosida terkemuka di Yahudi dan Israel menyebut hal ini sebagai kasus genosida seperti dikenal dalam buku teks. Pakar genosida Bosnia juga menyatakan bahwa apa yang terjadi di Gaza adalah genosida.
Surat itu juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai hancurnya sejumlah universitas Palestina di Gaza, dan tewasnya para akademisi serta mahasiswanya. Menurut mereka, kekejaman yang terjadi di Gaza saat ini menambah penjajahan dan pendudukan selama 75 tahun Israel di tanah Palestina. Dalam keadaan seperti ini tak ada yang mampu hidup normal, tulis mereka dalam surat itu.