Putusan MKMK Bisa Jadi Titik Balik Kembalinya Kepercayaan Publik

MKMK punya kewenangan meminta hakim kembali menyidangkan gugatan batas usia cawapres.

Republika/Putra M. Akbar
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota MKMK Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) berbincang disela sidang pendahuluan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi yang beragendakan mendengarkan keterangan empat pelapor dari Integrity, Constitutional and Administrative Law Society, LBH Yusuf dan Zico.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizky Suryarandika

Baca Juga


Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) pada Selasa (7/11/2023) akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik hakim. Pakar hukum tata negara Universitas Brawijaya Prof. Muchamad Ali Safa'at menyatakan bahwa putusan MKMK menjadi penentu dan titik balik untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada lembaga tersebut.

Menurut Ali di Kota Malang, Jawa Timur, Senin (6/10/2023), MKMK bisa mengeluarkan putusan terbaik yang menjadi titik balik bagi lembaga tinggi negara tersebut untuk bisa kembali berdiri tegak dalam menjalankan kewenangannya.

"Saya berharap kepada MKMK karena putusan itu, menurut saya yang menjadi titik balik menentukan. Apakah MK bisa berdiri tegak lagi, menjalankan kewenangannya, atau sama sekali orang tidak akan percaya," kata Ali yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang.

 

MKMK hari ini akan membacakan putusan Perkara Nomor 90/PPU/XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. MKMK juga telah melakukan pemanggilan Ketua MK Anwar Usman terkait dugaan pelanggaran kode etik sebagai hakim konstitusi. Dari 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi yang diterima, sebanyak sepuluh di antaranya ditujukan kepada Anwar Usman.

Mengenai putusan Perkara Nomor 90/PPU/XXI/2023 tersebut, Ali Safa'at menambahkan, jika memang ada bukti pelanggaran kode etik, MKMK memiliki kewenangan untuk meminta hakim kembali melakukan sidang terkait batas usia minimal capres dan cawapres.

"Kalau sampai membatalkan (putusan Perkara Nomor 90), menurut saya agak berlebihan. Namun, kalau meminta (untuk kembali melakukan sidang), menurut saya masih dapat diterima," katanya.

Namun, lanjutnya, meskipun nantinya MKMK menyatakan ada pelanggaran kode etik dalam memutuskan perkara Nomor 90 tersebut dan kembali dilakukan sidang terkait batas usia minimal capres dan cawapres, hal itu tidak bisa berlaku surut.

"Prinsipnya tidak bisa berlaku surut, secara hukum tata negara. Itu untuk ke depannya, menurut saya seperti itu," katanya.

Putusan MKMK akan dibacakan sebelum penetapan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden 2024 pada 13 November 2023. MKMK menyatakan bahwa putusan MK terkait syarat batas minimal usia capres cawapres harus dikawal oleh MKMK agar ada kepastian.

Komik Si Calus : Dinasti - (Daan Yahya/Republika)

 

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid juga berharap putusan MKMK yang dibacakan pada Selasa (7/11/2023) dapat menyelamatkan marwah kehidupan berkonstitusi. Dia juga berharap putusan MKMK itu dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan pengawal pelaksanaan konstitusi. 

"Pasca-putusan MK itu, saya mendengar dan membaca banyak sekali keluhan dari berbagai komponen masyarakat yang cinta Konstitusi dan Reformasi, sehingga berdampak pada munculnya ketidakpercayaan yang meluas terhadap MK," ujar HNW dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

HNW menilai kepercayaan masyarakat terhadap konstitusi dan lembaga MK selaku pengawal konstitusi sangat menurun pasca-Putusan MK Nomor 90/PPU/XXI/2023 yang mengabulkan uji materi terkait usia calon wakil presiden (cawapres). Hal itu menurut dia sangat menyedihkan karena MK justru didirikan di era Reformasi sebagai lembaga peradilan yang kredibel untuk melaksanakan konstitusi dan mewujudkan cita-cita reformasi. 

"Cita-cita reformasi itu antara lain untuk penegakan hukum dengan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), bukan untuk malah membuka lebar pintu kembalinya nepotisme akibat dari dikabulkannya uji materiil soal dimudakannya usia cawapres," ujarnya. 

Dia mengingatkan, bahwa masyarakat memantau proses persidangan dugaan pelanggaran kode etik yang diperiksa oleh MKMK. Dalam sidang MKMK itu menurut dia, banyak fakta-fakta persidangan kode etik yang terungkap oleh para pelapor dan proses pemeriksaan di sidang.

Beberapa fakta yang terungkap seperti, pertama, ada 21 aduan dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim MK dimana seluruh hakim MK dilaporkan, dengan Ketua MK Anwar Usman yang memperoleh laporan terbanyak. Kedua, hampir semua pelapor ingin membatalkan putusan terkait syarat usia cawapres; ketiga, banyak hakim MK terlihat sedih saat pemeriksaan, bahkan salah satu hakim MK yakni Enny Nurbaningsih menangis saat diperiksa.

Keempat, ada dugaan kuat Ketua MK Anwar Usman berbohong kala tidak ikut rapat permusyawaratan hakim (RPH). "Kelima, adanya fakta baru bahwa dokumen permohonan perbaikan uji materi usia cawapres yang akhirnya dikabulkan MK itu, ternyata tidak ditandatangani oleh pemohon dan kuasa hukumnya," tuturnya.

Menurut dia, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie juga sudah menyampaikan secara terbuka kepada publik bahwa memang ada permasalahan di internal MK. Karena itu dia menegaskan bahwa sewajarnya MKMK harus berani dengan tegas membuat putusan yang adil hingga penjatuhan sanksi kepada hakim konstitusi yang telah terbukti melakukan pelanggaran etika maupun aturan berdasarkan fakta persidangan yang disampaikan Ketua MKMK.

"Jangan sampai putusan MKMK nanti malah dinilai publik sudah 'masuk angin' yang akan membuat publik semakin tidak percaya dengan hukum dan lembaga penegakan hukum, dengan segala dampak lanjutan-nya, termasuk ketika MK kelak akan menangani sengketa hasil pemilihan legislatif dan pemilihan presiden," ujarnya.

 

Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

MKMK menggelar rapat pada Senin (5/11/2023) menyangkut persiapan draft putusan yang dibacakan pada Selasa. Rapat ini diikuti oleh tiga anggota MKMK yaitu hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.

"Benar hari ini finalisasi putusan MKMK. Terima kasih," kata anggota MKMK Wahiduddin Adams kepada Republika, Senin (5/11/2023).

Pada pekan lalu, Ketua MKMK Prof Jimly sudah mengungkap rencana rapat jelang pembacaan putusan ini. Jimly menyatakan debat sengit akan terjadi di MKMK menyangkut hasil akhir perkara tersebut. Apalagi MKMK diburu tenggat waktu untuk mencapai putusan yang kian mepet.

"Ya alot lah kan 24 jam itu (rapat pada hari ini). Pasti alot," ujar mantan ketua MK pertama itu. Hanya saja, Jimly meyakini perdebatan di MKMK tak sealot para hakim di MK. Dari segi jumlah saja anggota MKMK hanya sepertiga dari total hakim MK. 

"Cuma bertiga. Kalau sembilan kan, sembilan sarjana hukum kan begitu berkumpul banyak pendapatnya. Kalau cuma bertiga gini bisa lah. Apalagi udah tua-tua. Kalau masih muda itu suka berdebat ke sana ke mari," ujar Jimly. 



BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler