UMKM Diminta Ambil Peluang dari Gelombang Boikot Produk Pendukung Israel

Yang terkena dampak boikot tersebut yakni pengusaha importir.

Republika/Wihdan Hidayat
Peserta membawa poster boikot McD saat mengikuti aksi damai Indonesia Turun Tangan Bantu Palestina di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Sabtu (21/10/2023). Aksi damai bantu Palestina kali ini diikuti oleh pelajar, santri, dan mahasiswa di Yogyakarta. Pada aksi ini mereka mengutuk kebiadaban Israel usai mengebom rumah sakit yang menewaskan 500 warga Palestina. Selain orasi juga dilakukan penggalangan dana bantuan dan ditutup dengan doa bersama bagi rakyat Palestina.
Rep: Iit Septyaningsih Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny menyatakan, pengaruh dari aksi boikot produk Israel terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak banyak. Itu karena mayoritas produk yang diboikot merupakan produk dengan daya beli menengah ke atas seperti elektronik, produk bayi, makanan, dan lainnya.

Maka, jelas dia, yang terkena dampak boikot tersebut yakni pengusaha importir atau pedagang yang menjual berbagai merek tersebut.

Baca Juga


"Sedangkan kenaikan penjualan kepada pedagang tidak banyak," ujar Hermawati kepada Republika, Selasa (7/11/2023).

Meski tidak banyak berpengaruh, lanjut dia, namun terbuka banyak peluang bagi UMKM. Misalnya penjualan merchandise, konveksi, atau beragam simbol Palestina.

"Saya berharap, UMK (Usaha Mikro Kecil) bisa mengambil peluang atau momentum atas kekosongan produk sejenis yang sedang marak diboikot," katanya.

Ia pun menegaskan, Akumandiri mengutuk keras tindakan Israel dan sekutunya atas tragedi kemanusiaan di Palestina.

Seperti diketahui, masyarakat kini tengah gencar melakukan boikot terhadap produk yang berkaitan dengan Israel dan mulai beralih ke produk lokal. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap pembantaian yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina.

Genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina masih terus terjadi. Jika dibiarkan, bisa berdampak pula terhadap ekonomi global.

"Akan jadi besar (dampaknya) ke ekonomi, jika perangnya meluas. Lalu melibatkan negara-besar secara langsung, bukan secara proxy war atau tidak langsung," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal kepada Republika, Senin (6/11/2023).

Saat ini, kata dia, Amerika Serikat (AS) memang mendukung Israel, namun sifatnya tidak langsung seperti menyuplai senjata. Maka tidak berdampak besar ke perekonomian dunia maupun Indonesia.

"Berdampak besar kalau direct conflict, negara lain dukung kedua pihak ini. Iran misal, langsung terlibat dampaknya besar, biasanya melalui jalur transmisi harga minyak," jelas dia.

Kini, sambungnya, harga minyak masih di bawah 90 dolar AS per barel. Saat ini, lanjut Faisal, dampak ke ekonomi masiu relatif minim. Itu karena, Israel dan Palestina bukan negara yang berperan besar dalam perekonomian global. Bukan pula mitra dagang utama Indonesia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler