Kristen Palestina: Gaza adalah Tanah Kami, Kami tidak akan Pergi
Umat Kristen dan Muslim sama-sama mencari perlindungan di Gereja Santo Porphyrius.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pastor paroki, Gabriel Romanelli, telah tinggal di Betlehem, Tepi Barat, Palestina sejak perang perlawanan Hamas menentang penindasan zionis Israel pecah pada 7 Oktober lalu. Dan, Romanelli hingga saat ini masih tetap berhubungan dengan jemaatnya.
Dalam sebuah pesan yang direkam pada 24 Oktober, Romanelli menyerukan agar Israel segera menghentikan serangan brutalnya ke Jalur Gaza. Ia pun meminta koridor kemanusiaan harus dibuka untuk rakyat Gaza.
‘’Tolong, beritahukan kepada mereka bahwa paroki ini dipenuhi oleh orang-orang biasa dan tetangga Muslim. Mereka adalah warga sipil yang tidak membahayakan siapa pun,’’ kata Pastor paroki, Gabriel Romanelli, seperti dikutip dari Aljazeera dalam laporannya berjudul ‘Under Israeli Attack: Who Are The Christians of Gaza?’.
Di bawah serangan hujan bom pemerintah apartheid Israel baru-baru ini, umat Kristen dan Muslim sama-sama mencari perlindungan di Gereja Santo Porphyrius. Setelah gereja tertua di Jalur Gaza tersebut terkena bom Israel, mereka semua pindah ke Gereja Keluarga Kudus yang terletak 400 meter dari sana.
‘’Sekitar 560 orang kini berlindung di sana," kata Nisreen Anton, manajer proyek umum gereja tersebut.
Seperti kebanyakan warga Palestina di Gaza, Anton bertekad untuk tetap tinggal di Jalur Gaza. Dia meringkuk di dalam gereja bersama tiga putrinya yang berusia delapan, sembilan dan 12 tahun.
Anton mengatakan bahwa situasinya semakin memburuk setiap hari. "Orang-orang Kristen menderita seperti warga Gaza lainnya," katanya.
‘’Ini adalah tanah kami dan kami tidak akan pergi. Dapatkah Anda bayangkan jika seseorang menelepon Anda dan memaksa Anda dan keluarga Anda untuk pergi ke tempat lain? Kami akan tetap tinggal,’’ tegasnya.