PPATK Telusuri Aliran Rp 40 Miliar yang Diterima Anggota BPK Achsanul Qosasi
Kejagung masih mempelajari putusan hakim terhadap enam terdakwa korupsi BTS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan penelusuran transaksi mencurigakan aliran uang tersangka Auditor Keuangan III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi. Penelusuran tersebut terkait dengan penyidikan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) BTS 4G Bakti Kemenkominfo 2020-2022.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, penelusuran transaksi keuangan milik Achsanul tersebut dilakukan setelah tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan penetapan tersangka, Jumat (3/11/2023). Achsanul menjadi tersangka ke-16 dalam kasus yang merugikan negara Rp 8,03 triliun tersebut.
"Kami (PPATK) sudah tangani secara proaktif. Nanti akan ada perkembangannya yang akan kami laporkan (ke penyidik Kejagung)," kata Ivan melalui pesan singkat di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Penelusuran aliran dana yang diterima Achsanul sebesar Rp 40 miliar berasal dari terdakwa Irwan Hermawan (IH). Uang tersebut diduga hasil korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Uang Rp 40 miliar diberikan kepada Achsanul pada 19 Juli 2022, untuk usaha tutup kasus korupsi yang sedang diusut tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Di persidangan terungkap, terdakwa Irwan mengumpulkan uang setotal Rp 243 miliar untuk usaha tutup kasus korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Uang Rp 40 miliar kepada Achsanul diantarkan oleh tersangka Windy Purnama (WP).
Sementara Achsanul mengutus rekannya, yaitu tersangka Sadikin Rusli (SDK). Windy dan Sadikin bertemu di pelataran parkir Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat (Jakpus) untuk penyerahan uang tersebut.
Diduga, uang yang diterima Achsanul untuk memoles hasil audit penggunaan anggaran proyek pembangunan 4.200 menara BTS 4G Bakti. Selain Achsanul, dalam pengusutan uang tutup kasus tersebut juga menetapkan tersangka lain, yaitu pengacara sekaligus Komisaris PT Pupuk Indonesia Edward Hutahaean (EH) yang menerima Rp 15 miliar.
Nama lainnya yang terungkap adalah Dito Ariotedjo yang menerima Rp 27 miliar. Namun Dito yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu membantah menerima aliran uang itu. Politikus muda Partai Golkar itu juga sudah dihadirkan sebagai saksi di persidangan.
Dito menegaskan tak pernah mengenal Irwan maupun para terdakwa korupsi BTS 4G lainnya. Nama lain yang saat ini dalam pencarian oleh tim penyidikan Jampidsus adalah Nistra Yohan. Nama Nistra Yohan diketahui sebagai Staf Ahli anggota Komisi 1 DPR, yang menerima Rp 70 miliar dari Irwan.
Tersangka Windy yang mengantarkan uang Rp 70 miliar tersebut kepada Nistra Yohan dua kali di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). Namun sampai saat ini, Nistra Yohan belum pernah diperiksa. Dan tak pernah dihadirkan ke persidangan sebagai saksi.
Pelajari putusan banding...
Kejagung belum menentukan langkah untuk mengajukan banding atau menerima putusan Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta yang sudah dijatuhkan terhadap enam terdakwa korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, tim JPU masih mempelajari materi dalam pertimbangan putusan hakim.
"Untuk banding atau tidak, belum diputuskan, karena JPU terlebih dahulu harus mempelajari isi putusan dari hakim. Nanti akan diumumkan apakah banding, atau tidak," kata Ketut di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, masih ada batas waktu bagi tim JPU untuk menentukan sikap, apakah banding atau menerima putusan tersebut. "Setelah dipelajari, JPU akan mengambil sikap. Kita lihat saja nanti," ujar Ketut.
PN Tipikor Jakarta sudah menjatuhkan putusan bersalah terhadap enam terdakwa korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo. Enam terdakwa tersebut terbukti melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 8,03 triliun terkait proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur 4.200 menara BTS 4G Bakti di seluruh Indonesia.
Pada Selasa (7/11/2023) majelis hakim mengukum terdakwa eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp 1 miliar. Eks sekjen Partai Nasdem tersebut juga diminta mengganti kerugian negara sebesar Rp 15,5 miliar.
Terhadap terdakwa eks Dirut Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL), majelis hakim menjatuhkan pidana selama 18 tahun penjara dan mewajibkan ganti kerugian negara sebesar Rp 5 miliar.
Adapun terhadap terdakwa Yohan Suryanto (YS), majelis hakim mengukum tenaga ahli HUDEV-UI itu dengan penjara selama lima tahun. Hukuman terhadap Yohan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menghukumnya selama enam tahun penjara.