Taipan AS Galang Dana untuk Naikkan Citra Israel dan Jelekkan Hamas

Facts For Peace bertujuan untuk memenangkan kembali dukungan publik terhadap Israel

AP Photo/Andres Kudacki
Taipan real estate AS, Barry Sternlicht menggalang dukungan untuk meningkatkan citra Israel dan menjelek-jelekkan Hamas di tengah protes solidaritas global pro-Palestina
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang miliarder taipan real estate di Amerika Serikat (AS) Barry Sternlicht menggalang dukungan untuk meningkatkan citra Israel dan menjelek-jelekkan Hamas di tengah protes solidaritas global pro Palestina. Dana ini digunakan untuk kampanye media yang disebut Facts for Peace.

Program ini sedang mencari sumbangan jutaan dolar dari puluhan nama besar dunia di bidang media, keuangan, dan teknologi. Informasi ini didapatkan dari sebuah surel yang dilihat oleh situs berita Semafor.

Lebih dari 50 orang sedang diprospek, termasuk mantan CEO Google Eric Schmidt, CEO Dell Michael Dell, dan pemodal Michael Milken. Mereka memiliki kekayaan bersih gabungan sekitar 500 miliar dolar AS.

Sternlicht mengatakan, kampanye ini akan membantu Israel menjadi yang terdepan ketika dunia bereaksi terhadap serangan intensif Israel di Jalur Gaza. “Opini publik pasti akan berubah karena adegan, nyata, atau dibuat-buat oleh Hamas, mengenai penderitaan warga sipil Palestina pasti akan mengikis empati [Israel] saat ini di komunitas dunia," ujar Sternlicht dalam surel yang meminta kontribusi dari tokoh-tokoh kaya tak lama setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.

“Kita harus mendahului narasinya," ujarnya.

Israel telah melakukan serangan udara tanpa henti di Jalur Gaza yang terkepung sejak 7 Oktober. Tindakan ini membunuh sedikitnya 11.078 warga Palestina, termasuk 4.500 anak-anak, membuat 1,5 juta orang mengungsi, dan merusak sebagian besar infrastruktur wilayah tersebut. Tindakan itu bermula saat Hamas melakukan serangan tidak terduga di wilayah Israel pada 7 Oktober menewaskan sekitar 1.200 warga Israel.

Dorongan media Sternlicht bertujuan untuk mencap Hamas sebagai organisasi teroris yang bukan hanya musuh Israel, tetapi juga musuh AS. Tujuan kampanye ini agar dapat mengumpulkan 50 juta dolar AS dari sumbangan pribadi, yang dipadukan dengan sumbangan dari badan amal Yahudi.

Laporan Semafor yang mengutip beberapa orang yang mengetahui masalah tersebut menyatakan, kampanye tersebut telah mengumpulkan setidaknya beberapa juta dolar. Kampanye ini disarankan oleh Josh Vlasto, ahli strategi komunikasi yang sebelumnya bekerja untuk Senator AS Chuck Schumer dan mantan gubernur New York Andrew Cuomo.

Dukungan publik terhadap sikap AS mulai surut...

Baca Juga


AS adalah sekutu global terkuat Israel yang memberikan bantuan miliaran dolar setiap tahunnya dan dukungan diplomatik yang kuat. Meskipun krisis kemanusiaan meningkat di Gaza, pemerintah AS terus menolak seruan global untuk melakukan gencatan senjata.

Washington pun tidak akan memberikan batas kepada Israel dalam perang tersebut. Pada 2 November, Kongres AS mengesahkan paket bantuan militer darurat senilai 14,3 miliar dolar AS untuk Israel.

Tapi, dukungan publik terhadap sikap AS tampaknya mulai surut. menurut jajak pendapat terbaru yang dilakukan oleh Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research, hampir separuh anggota Partai Demokrat AS tidak menyetujui cara Joe Biden menangani konflik tersebut.

Raksasa media sosial seperti Instagram, X, YouTube, dan TikTok dituduh menyensor suara-suara pro-Palestina dengan mengurangi jangkauan mereka. Praktik yang dikenal sebagai pelarangan bayangan.

Axios melaporkan bulan lalu, bahwa postingan pro-Palestina di TikTok dilihat empat kali lebih banyak daripada postingan pro-Israel. Hal ini terjadi ketika masyarakat di seluruh dunia bereaksi dengan ngeri terhadap meningkatnya jumlah korban yang terbunuh di Gaza.

Facts For Peace ini bertujuan untuk memenangkan kembali dukungan publik terhadap Israel. Kampanye ini memposting video di halaman media sosialnya yang menyalahkan Hamas atas penderitaan rakyat Palestina dan menyangkal klaim pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel.

Video terbaru yang diposting di halaman Facebook Facts For Peace  menyatakan bahwa Israel bukanlah negara apartheid. Hal ini bertentangan dengan temuan para pakar hak asasi manusia Palestina, Israel, dan internasional, termasuk dari PBB. Israel justru mempraktikkan apartheid melalui sistem hukum dan politik ganda yang sangat diskriminatif di wilayah pendudukan.

Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza dalam perang 1967 dan kemudian mencaplok Yerusalem Timur. Mereka menarik pasukannya dari Gaza pada 2005 tetapi terus mempertahankan pengepungan di wilayah berpenduduk 2,3 juta orang. Israel terus memperluas permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur dan tindakan itu merupakan ilegal menurut hukum internasional.

Pemukiman merupakan hambatan terbesar dalam mewujudkan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dan hidup berdampingan dengan Israel. AS telah mengutuk hal tersebut ekspansi permukiman tetapi tidak berbuat banyak untuk menghentikan sekutu terdekatnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler