Pencopotan Anwar Usman Dilaporkan, Prof Jimly: Tugas MKMK Sudah Selesai
Jimly menegaskan tidak ada mekanisme hukum untuk melawan putusan MKMK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) adhoc Jimly Asshiddiqie merespons Advokat Muda Pengawal Konstitusi (AMPK) yang mengadukan putusan MKMK ke Dewan Etik MK pada pekan lalu. Putusan yang dipersoalkan menyangkut pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK.
"Kalau ada kaitannya dengan laporan terkait putusan MKMK itu tidak ada forum, forumnya sudah selesai. Tidak ada forum lain yang bisa menilainya," kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK usai pelantikan Ketua MK Suhartoyo, Senin (13/10/2023).
Jimly menegaskan tidak ada mekanisme hukum untuk melawan putusan MKMK. Jimly merasa pelapor bakal salah alamat kalau mengadukan tak adilnya putusan MKMK ke pengadilan di bawah Mahkamah Agung.
"Tidak ke pengadilan TUN (Tata Usaha Negara), tidak pengadilan negeri, pengadilan pidana, mereka itu kan peradilan hukum. Begitu juga tidak ke peradilan agama. Karena mereka menilai dari segi hukum, sedangkan MKMK menilai dari segi etika. Jadi nggak ada hubungan sesuatu yang melanggar hukum bisa aja, tapi itu beda dengan yang melanggar etika," ujar Jimly.
Jimly juga mengingatkan sesuatu yang melanggar etik belum tentu melanggar hukum. Adapun sesuatu yang melanggar hukum sudah dengan sendirinya melanggar etik.
"Kalau dia melanggar hukum tentu ya bisa disebut melanggar etik juga. Tapi yang kita nilai pelanggaran etika, gak ada hubungan. Jadi peradilan hukum tidak bisa menilai, dia kan menilai dari segi hukum," ujar mantan Ketua MK pertama itu.
Jimly lantas berseloroh agar mereka yang tak puas dengan putusan MKMK mengadu ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). "Jadi tidak ada lagi forum yang bisa mengadili putusan MKMK. Oke? Tidak ada yang bisa persoalkan. Kecuali PBB. Nah kalau ke PBB silakan. Laporan ke PBB sana. Kalau di dalam sistem bernegara selesai," ucap Jimly.
Diketahui, AMPK memprotes putusan nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang dibacakan pada 7 November 2023. Putusan itu menyebabkan kursi Ketua MK kini diduduki oleh Suhartoyo.
AMPK mencermati adanya tiga kesalahan pokok dari putusan MKMK tersebut. MKMK dipandang melanggar Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023. Kesalahan pertama, putusan MKMK dengan amar “Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK kepada Hakim Terlapor”.
Kesalahan kedua menurut AMPK yaitu MKMK melalui ketuanya pada saat sebelum pembacaan putusan perkara No: 02/ MKMK/ L/11/ 2023 pada 7 November 2023, diketahui secara nyata telah terlebih dahulu membangun opini di masyarakat bahwa Anwar Usman bersalah.
Kesalahan ketiga versi AMPK ialah MKMK dalam menjatuhkan putusan perkara No: 02/ MKMK/ L/11/ 2023 pada 7 November 2023 patut diduga tidak bebas dan merdeka di dalam menjatuhkan putusannya.