Eks Hakim: MKMK Bakal Perkuat Pencegahan Pelanggaran Etik
Eks hakim sebut keberadaan MKMK akan memperkuat pencegahan pelanggaran kode etik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna mendukung Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo yang berjanji membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) permanen. Palguna optimistis Suhartoyo bakal memenuhi janjinya itu.
"Saya percaya Pak Suhartoyo akan menepati janjinya. Saya tahu betul kesungguhan dan integritasnya," kata Palguna kepada Republika, Selasa (14/11/2023).
Palguna pernah menjadi Ketua MKMK adhoc dalam skandal perubahan putusan yang berujung sanksi teguran bagi hakim MK Guntur Hamzah. Saat itu, Palguna memang menyarankan MKMK dipermanenkan secara lembaga.
"MKMK permanen itu bagus. Itu yang dulu kami sarankan saat saya jadi ketua MKMK sebelumnya," ujar Palguna.
Palguna meyakini MKMK permanen akan membuat kontrol masyarakat terhadap MK lebih efektif. Bahkan MKMK dapat bergerak sendiri mencegah pelanggaran etik tanpa laporan masyarakat ketika sudah dipermanenkan.
"Pada saat yang sama MKMK tidak perlu menunggu laporan masyarakat melainkan langsung dapat menegur hakim yang berpotensi melakukan pelanggaran sehingga upaya preventif jadi lebih hidup," ujar Palguna.
Dengan demikian, hakim MK dapat terhindar dari potensi pelanggaran etik. "Secara logika ya kehadiran MKMK permanen akan menekan potensi pelanggaran etik," lanjut Palguna.
Walau demikian, Palguna tak sepakat kalau MKMK menyentuh ranah etik bagi pegawai MK. Sebab pegawai MK secara etik sudah terikat oleh peraturan ASN. Hanya saja, Palguna menyarankan agar MKMK dapat sekedar mengingatkan apabila pegawai MK berpotensi melanggar kepatutan.
"Kalau itu (menindak pegawai MK) tidak mungkin sebab sudah ada peraturan dusiplin ASN. Namun, jika hanya mengingatkan sepanjang bersangkut-paut dengan pelaksanaan tugas-tugas hakim menurut saya itu boleh," ujar Palguna.
Sebelumnya, Suhartoyo berkomitmen membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) permanen. Janji itu disampaikannya dalam sambutan saat mengikuti proses pengucapan sumpah jabatan sebagai ketua MK di Gedung MK RI pada Senin (13/11/2023). Suhartoyo menggantikan Anwar Usman yang dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
"Sebagai langkah awal pembuktian dari kami dan tuntutan serta harapan masyarakat Mahkamah Konstitusi akan mempercepat pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi secara permanen," kata Suhartoyo dalam sambutannya.
Suhartoyo terpilih menjadi ketua MK berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) mengenai pemilihan Ketua MK pada 9 November 2023. Suhartoyo menjadi Ketua MK untuk masa jabatan 2023-2028. Sidang pleno dipimpin oleh Wakil Ketua MK, Saldi Isra.
Diketahui, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari kursi Ketua MK karena dijatuhi sanksi berat. Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) atau pendapat berbeda karena MKMK hanya mengubah status Anwar dati Ketua MK menjadi hakim MK biasa. Dalam DO-nya, anggota MKMK Bintan Saragih meminta Anwar Usman disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).
Sanksi terhadap Anwar menyusul deretan pelaporan terhadap MK akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.