Peneliti Barat Akui Jasa Tentara Islam Buka Kembali Yerusalem untuk Yahudi dan Kristen
Yerusalem Palestina memiliki kedudukan yang agung di sisi Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Yerusalem adalah salah satu dari tiga kota suci Islam. Awalnya, kota ini merupakan permukaan Kanaan kuno, tempat Daud, raja Israel, mendirikan ibu kota dan putranya, Sulaiman, mendirikan kuil. Nama Yerusalem, lazim disebut “yang suci” (al-Quds) saja oleh kaum Muslim, tidak tertera dalam Alquran.
Namun, tradisi Muslim sepakat melihat rujukannya pada isyarat dalam QS al-Isra (17): 1, yang di dalamnya disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah dari Makkah ke “masjid yang terjauh” (Al-Masjid Al-Aqsa) pada malam hari.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُووَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjid Al-Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”
Tentara Muslim menduduki Yerusalem tanpa perlawanan pada 563 M dan segera memutuskan untuk memugar tempat suci utama ini. Pertama, mereka membangun masjid Jami’ (al-Aqsa) pada sisi selatan, dan pada 692 diselesaikanlah tempat paling suci yang disebut Kubah Batu yang berada di bagian tengahnya.
Sejarah kota ini, menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Dunia Islam Modern, bisa dibilang tidak begitu menonjol hingga Perang Salib. Kota ini dihuni oleh orang-orang Kristen serta Yahudi yang diperbolehkan kembali ke kota itu oleh kaum Muslim untuk pertama kalinya sejak mereka dilarang Romawi pada 135 M.
Penguasa Mesir al-Hakim bi Amr Allah membakar Gereja Makam Suci Kristen pada 1009, salah satu insiden yang menggerakkan serangan Eropa terhadap Palestina dan pendudukan atas Yerusalem pada 1099.
Periode kekuasaan Kristen Latin di Yerusalem berlangsung sekitar seabad sebelum Shalahuddin mengusir mereka pada 1187. Jangka waktu ini cukup lama bagi tentara Salib untuk mengubah Kubah Batu menjadi gereja dan al-Aqsa menjadi markas Ksatria Penjaga Kuil .
Di bawah Shalahuddin, tempat-tempat suci Muslim itu dikembalikan kepada fungsinya semula.
Dia pula, dibantu para ulama, meningkatkan apresiasi kaum Muslim terhadap apa yang disebut sebagai tempat suci Islam ketiga setelah Makkah dan Madinah. Perang Salib tampaknya telah mengejut kan kaum Muslim, tetapi setelah itu mereka sadar akan maksud bangsa Eropa terhadap Yerusalem.
Shalahuddin juga ingin menjadikan Yerusalem sebagai kota Sunni yang aman. Tujuannya terwujud semasa Kerajaan Mamluk. Sejak menduduki Yerusalem pada 1250, mereka menanamkan banyak pengaruh di wilayah itu. Mereka membangun banyak sekolah fikih (madrasah) Sunni dan pondok sufi ( khanaqah) di dekat perbatasan sebelah barat dan utara.
Penguasaan Utsmaniyah yang mewarisi kota itu pada 1517 dari Kerajaan Mamluk melanjutkan perlindungan dan dukungan yang murah hati dari para pendahulunya bagi kota suci tersebut. Dinding-dinding yang sekarang ini masih berdiri tegak memisahkan “kota tua” ini dibangun oleh orang Utsmaniyah.
Baca juga: Pesan Rasulullah SAW: Jangan Pernah Tinggalkan Sholat 5 Waktu
Pada abad ke-19, Yerusalem mulai dibanjiri para konsulat Eropa, misionaris Eropa, juga misi arkeologis Eropa. Sebagian besar dari mereka merupakan alat kebijakan nasional negara masing-masing dan semuanya berada jauh di luar jangkauan para penguasa Utsmaniyah, yang kelak mengakibatkan kota ini sedemikian mundur.
Bahkan, orang Yahudi yang sebelumnya kurang diperhitungkan dan paling tersisih di antara penduduk Yerusalem, mendapati kenyataan bahwa mereka pun mempunyai kawan dan pelindung yang kuat di Eropa.
Dengan bantuan para pelindung ter sebut—khususnya keluarga Montefiores dan Rothschild—jumlah orang Yahudi di Yerusalem terus meningkat. Pada 1990, jumlah mereka masih 35 ribu (orang Kristen dan Muslim masing-masing 10 ribu) dari total penduduk 55 ribu.