Uni Eropa: Kehancuran Gaza Lebih Buruk dari Perang Dunia II Jerman

Kehancuran yang dilakukan Israel di Gaza lebih buruk daripada Perang Dunia II

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan kehancuran yang dilakukan Israel di Gaza lebih buruk daripada kehancuran kota-kota di Jerman selama Perang Dunia II.
Rep: Mabruroh Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM — Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan kehancuran yang dilakukan Israel di Gaza lebih buruk daripada kehancuran kota-kota di Jerman selama Perang Dunia II. Hal tersebut diungkapkannya setelah memimpin pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa.

“Situasi di Gaza adalah bencana, apokaliptik dengan kehancuran yang secara proporsional bahkan lebih besar daripada yang dialami Jerman pada Perang Dunia II,” kata Josep Borrell, dilansir dari New Arab, Selasa (12/12/2023).

“Perang Israel di wilayah Palestina telah mengakibatkan banyak sekali korban sipil,” tambahnya.

Dia mengatakan, Uni Eropa juga khawatir dengan kekerasan yang dilakukan pemukim ekstremis di Tepi Barat dan mengecam keputusan pemerintah Israel yang menyetujui penambahan 1.700 unit rumah di Yerusalem. Menurut Brussel, ini adalah pelanggaran hukum internasional.

Serangan militer Israel yang tiada henti telah menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza dan menewaskan lebih dari 18 ribu orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Saat mengecam serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober , Borrell menjelaskan bahwa dia melihat operasi militer Israel tidak proporsional dalam hal kematian warga sipil dan kerusakan properti dan infrastruktur sipil.

“Penderitaan di Gaza merupakan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi komunitas internasional,” kata Borrell.

Korban warga sipil mencapai antara 60 dan 70 persen dari keseluruhan kematian, berdasarkan angka kementerian kesehatan Gaza, dan 85 persen populasi menjadi pengungsi internal.

“Kehancuran bangunan di Gaza lebih, kurang, atau bahkan lebih besar dibandingkan kehancuran yang dialami kota-kota di Jerman selama Perang Dunia Kedua, jika dihitung secara proporsional,” kata Borrell.

Dia mengatakan, telah menyampaikan makalah diskusi kepada para menteri luar negeri Uni Eropa mengenai "pengenaan sanksi terhadap pemukim ekstremis di Tepi Barat" yang telah meningkatkan serangan terhadap warga Palestina.

Borrell mengatakan dia akan segera mengajukan proposal resmi, berdasarkan inisiatif yang diambil oleh Amerika Serikat, yang pekan lalu mengatakan akan menolak visa bagi pemukim ekstremis Israel. Namun dia mengakui bahwa belum ada kesepakatan di antara 27 negara Uni Eropa mengenai masalah ini.

Pekan lalu, Mentor Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, AS akan menolak masuk siapapun yang terlibat dalam perusakan perdamaian, keamanan atau stabilitas di Tepi Barat.  Penolakan itu menjadi langkah sekaligus sanksi yang jarang dilakukan AS terhadap Israel, terutama saat Presiden Joe Biden mendorong Israel agar melindungi warga sipil tetapi juga menjanjikan dukungan penuh. 

Tetapi yang terbaru, AS bahkan menggunakan hak vetonya atas resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan di jalur Gaza. Hak Veto AS ini tentu saja mendapatkan kecaman dari banyak pihak.

Rapat DK PBB yang digelar pada Jumat lalu menghasilkan resolusi bagi perdamaian di Gaza. DK PBB menilai jedi kemanusiaan Sangat dibutuhkan bagi Gaza, untuk mencegah kehancuran terus menerus. 

Dari 15 anggota DK PBB, sebanyak 13 anggota setuju untuk gencatan senjata, satu negara yakni Inggris memilih abstain, dan satu negara lagi, AS menggunakan hak Vetonya untuk menolak resolusi tersebut.

Baca Juga


 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler