Antisipasi Perubahan Permintaan Batu Bara Indonesia, Ini Saran ASPEBINDO

Indonesia diminta untuk tidak berhenti memasarkan batu bara ke AS dan China.

Dok. ASPEBINDO
Webinar ASPEBINDO Road to Indonesia Mineral and Energy Conference (IMEC) 2023 bertemakan Harga Batubara Kembali Membara, Bagaimana Prediksi di Tahun 2024?.
Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sebagai negara yang memproduksi batu bara, khususnya negara-negara berkembang terus berupaya agar tidak berhenti memasarkan batu bara ke AS dan China. Hal ini ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi, Mineral dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO) Muhammad Puri Andamas dalam Webinar ASPEBINDO Road to Indonesia Mineral and Energy Conference (IMEC) 2023 bertemakan 'Harga Batu Bara Kembali Membara, Bagaimana Prediksi di Tahun 2024?' pada Selasa lalu di Jakarta.

Baca Juga


Puri mengatakan bahwa perlu adanya perubahan pola berpikir cara bisa menghasilkan energi yang murah dan bisa dijual semahal-mahalnya.  

“Perlu langkah-langkah strategis untuk meningkatkan konsumsi, produksi, dan harga yang bersaing, dan gencar berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan lain, misalnya pembangunan jalan untuk memperlancar jalur distribusi,” katanya, mengutip keterangan tertulis, Kamis (14/12/2023).

“Sekarang ini batubara merupakan sumber energi yang paling murah dan kebutuhannya besar dibandingkan dengan sumber energi lainnya,” kata Puri yang juga merupakan CEO Nexis Energi Investama (Bomba Grup Mining Holding).

Sumber energi batu bara terbesar dunia sekarang ini ditempati oleh Cina sekaligus sebagai penghasil batu bara terbesar, jumlahnya produksinya sebesar 2.8 miliar ton matrix, sedangkan Indonesia menempati urutan ke-8 dengan jumlah produksi sebesar 149 juta ton matrix dan tingkat konsumsinya sebesar 149.000.000. 

Lebih lanjut Puri Andamas menyatakan, ASPEBINDO dan APBI harus berdiskusi agar Indonesia independen, baik pengelolaan maupun konsumsi batu bara supaya harga stabil. Walaupun hanya mengandalkan pasar dalam negeri, konsumsinya masih besar.

Webinar yang diselenggarakan dalam rangka IMEC ke-2 ASPEBINDO ini, juga menghadirkan pengamat energi dan Kepala Peneliti INDEF, Berly Martawardaya, General Manager Marketing PT Kaltim Prima Coal (KPC), Rahmad Desmi Fajar, dan Sekretaris Jenderal Asosiasi Semen Indonesia, Ari Wimbardi Wirawan. 

Ketua Umum ASPEBINDO, Anggawira mengatakan, pentingnya mengoptimalkan sumber daya alam yang ada di Indonesia sehingga bisa menjadi sumber energi baru dan terbarukan dan menjadi energi yang lebih baik lagi seperti energi hijau. ASPEBINDO mengapresiasi atas kebijakan yang dikeluarkan oleh PLN tentang harga yang menarik di biomassa.

“Kalau kita lihat dari total jumlah energi di dunia, konsumsi energi di Indonesia sendiri masih sangat kecil, perlu ditingkatkan. Artinya, kita belum masuk menjadi negara Industri padahal kita punya sumber daya alam yang sangat luar biasa untuk dioptimalkan,” ujarnya. 

Melalui penyelenggaraan IMEC ke-2 ini, Anggawira berharap IMEC menjadi wadah diskusi tentang pemanfaatan dan produksi batu bara untuk mengidentifikasi peluang dan risiko, sehingga para pemangku kepentingan di industri batu bara bisa menyusun strategi harga dan dinamika pasar pada 2024.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler