THN Amin: Penyelesaian Tragedi Kanjuruhan dan KM50 untuk Penuhi Rasa Keadilan

Dalam debat, Anies bertanya ke Ganjar tentang Tragedi Kanjuruhan dan kasus KM50.

Istimewa
Capres Anies Rasyid Baswedan bersama Ketua Tim Hukum Nasional (THN) Amin, Ari Yusuf Amir.
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Hukum Nasional Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (THN Amin), Ari Yusuf Amir menekankan, penyelesaian Tragedi Kanjuruhan dan unlawful killing KM50 penting dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Menurut dia, kedua peristiwa tersebut penyelesaiannya hingga kini dianggap belum tuntas.

Padahal, peristiwa itu menimbulkan keprihatinan mendalam bagi keluarga korban. "Kami menggarisbawahi pernyataan Mas Anies Baswedan tentang pentingnya penanganan yang adil dan transparan untuk kedua kasus itu sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam melindungi warganya," ujar Ari kepada media di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Dalam debat perdana capres pada 12 Desember 2023, Anies bertanya kepada capres Ganjar Pranowo mengenai hal tersebut. Anies memberikan pemaparan, kedua persoalan itu perlu diselesaikan minimal lewat empat hal.


Di antaranya, memastikan proses hukum menghasilkan keadilan, mengungkap seluruh fakta, memberikan kompensasi kepada para korban, dan negara harus menjamin peristiwa serupa tidak terulang lagi. Ari menekankan pentingnya transparansi, keadilan, dan fokus pada korban dalam penanganan kedua kasus itu.

Menurut Ari, penanganan kasus bukan hanya berkutat pada soal hukum, tetapi juga soal hati nurani bangsa. "Setiap aspek penegakan hukum dalam kasus ini harus berpihak pada korban dan tidak melindungi siapa pun yang bersalah," ujar Ari.

Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022. Insiden yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, tersebut menewaskan 135 jiwa dan lebih dari 500 orang terluka.

Sementara unlawful killing KM50 terjadi pada 7 Desember 2020 di KM 50 Tol Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tempat penembakan yang mengakibatkan enam laskar FPI meninggal. Kedua insiden menimbulkan pertanyaan serius tentang prosedur kepolisian dan hak asasi manusia.

THN Amin meningatkan, tidak tuntasnya penanganan kedua kasus ini dapat menimbulkan apatisme terhadap penegak hukum dan keadilan itu sendiri. "Penyelesaian kasus ini penting untuk menghapus luka yang dirasakan anak-anak bangsa dan mengembalikan kepercayaan publik pada sistem keadilan, khususnya terhadap Polri," kata Ari.

Dia juga menyoroti pendekatan kekerasan yang masih kerap dilakukan kepolisian di dalam penanganan kasus tertentu. Kepolisian tercatat beberapa kali melakukan tindakan ekseksif dalam tindakannya, sehingga menimbulkan korban dari kalangan masyarakat. Menurut Ari, reformasi Polri krusial untuk dijalankan.

"Polri perlu menertibkan internalnya sendiri sebelum menertibkan masyarakat," cetus Ari. Selain itu, kata dia, merit system harus dikedepankan, di mana manajemen personel di Polri didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler