44 Persen Warga Jabodetabek Alami Kesepian, 4 Kelompok Ini Paling Banyak Mengalaminya
Sebagian orang yang kesepian mungkin tak menyadarinya dan merasa baik-baik saja.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 44 persen warga Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang dan 6 persen lainnya mengalami kesepian derajat berat. Fakta ini diperoleh dari hasil penelitian tim Health Collaborative Center (HCC).
Jika tak ditanggulangi, kesepian derajat sedang dan berat bisa membawa dampak negatif bagi kesehatan fisik dan mental.
"Kesepian itu sudah menjadi masalah global dan fatality rate-nya tinggi," kata Dr dr Ray W Basrowi MKK FRSPH selaku peneliti utama sekaligus pendiri HCC di Jakarta.
Dalam studinya, dr Ray melakukan sebuah survei daring untuk mengidentifikasi derajat kesepian warga Jabodetabek. Survei ini melibatkan 1.226 warga Jabodetabek berusia 19-60 tahun dengan median usia 40 tahun.
Survei ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner ULCA Loneliness Scale. Menurut Dr Ray, kuesioner ini sudah terbukti sangat sensitif dalam menangkap tingkat kesepian yang dirasakan oleh seorang individu.
"Ini kuesioner yang sangat valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," ujar dr Ray.
Hasil studi menunjukkan sebanyak 44 persen warga Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang. Sedangkan sebanyak 6 persen lainnya mengalami kesepian derajat berat.
"Kesepian derajat sedang memerlukan bantuan (pihak ketiga). Tidak bisa diselesaikan sendiri, harus ada intervensi," ujar dr Ray.
Berdasarkan studi, kesepian tampak lebih tinggi ditemukan pada empat kelompok. Keempat kelompok tersebut adalah perantau, usia di bawah 40 tahun, tidak atau belum menikah, serta perempuan.
Perantau berisiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami kesepian, sedangkan individu berusia di bawah 40 tahun memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami kesepian.
Di sisi lain, individu yang tidak atau belum menikah memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami kesepian. Sedangkan perempuan memiliki risiko 2 kali lebih besar terhadap kesepian.
Temuan ini sejalan dengan pernyataan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengungkapkan bahwa kesepian telah menjadi ancaman kesehatan global. Kesepian bahkan bisa memberikan dampak berbahaya setara dengan merokok 15 batang per hari.
Selain dapat memengaruhi kesehatan mental, masalah kesepian yang tak ditanggulangi juga bisa memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik. Dr Ray mengungkapkan kesepian bisa meningkatkan risiko kelainan arteri pada jantung hingga 50 persen.
Selain itu, kesepian dapat meningkatkan risiko demensia atau Alzheimer sebesar 40 persen. Pada pasien kanker, kesepian juga dapat membuat tingkat survival pasien menjadi lebih buruk.
Dr Ray mengatakan sebagian orang yang kesepian mungkin tidak sadar dan merasa bahwa mereka baik-baik saja. Kondisi ini bisa membuat tubuh mereka mengompensasi kesepian tersebut.
"Ada mekanisme di dalam tubuh yang membuat dia mengompensasi kesepian itu dengan detak jantung yang lebih tinggi, hormon-hormon stres yang terproduksi terus," kata dr Ray.
Salah satu hal yang sangat direkomendasikan oleh dr Ray untuk menanggulangi kesepian adalah skrining. Dengan skrining, masalah kesepian bisa terdiagnosis sehingga individu yang bersangkutan bisa mendapatkan intervensi yang sesuai.
"Begitu berhasil skrining, 80 persen lebih masalahnya akan mudah teratasi. Karena kalau sudah terdiagnosis, itu gampang dirujuk, gampang diobati," ujar dr Ray.
Menurut dr Ray, mengobati kesepian tidak memerlukan obat-obatan organik. Individu yang kesepian biasanya akan dibantu dengan rekomendasi interaksi, rekomendasi membuka diri ke ruang publik, atau rekomendasi berbagi hobi yang sama dengan komunitas.