Ekonomi Global Diproyeksikan Melambat, Suku Bunga The Fed Diramal Masih Tinggi

Ekonomi China melemah dan inflasi AS cenderung turun tapi masih tinggi.

Tangkapan Layar
Tangkapan Layar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang mengunumkan tetap mempertahankan BI Rate pada level enam persen dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Desember pada Kamis (21/12/2023).
Rep: Rahayu Subekti Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mengungkapkan perekonomian dunia melambat dengan ketidakpastian pasar keuangan yang mulai mereda. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan ekonomi global akan turun pada 2024 dibandingkan tahun ini.

Baca Juga


"Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2023 sebesar tiga persen dan melambat menjadi 2,8 persen pada 2024," kata Perry dalam konferensi pers RDG Bulanan BI Desember 2023, Kamis (21/12/2023).

Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India pada 2023 lebih baik dari perkiraan awal. Hal tersebut ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspansi pemerintah.

Sementara itu, Perry menyebut ekonomi China melemah seiring dengan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tumbuh terbatas. Inflasi di negara maju, termasuk di AS juga dalam kecenderungan menurun tetapi tingkatnya masih di atas sasaran.

Perry menegaskan, suku bunga kebijakan moneter, termasuk Fed Funds Rate (FFR) diperkirakan  telah mencapai puncaknya. "Namun masih akan bertahan tinggi dalam waktu yang lama," ucap Perry.

Begitu juga dengan kupon (yield) obligasi pemerintah negara maju, termasuk US Treasury diproyeksikan dalam kecenderungan menurun. Hanya saja, Perry mengatakan tingkatnya masih akan tinggi sejalan dengan premi risiko jangka panjang terkait besarnya pembiayaan fiskal dan utang pemerintah.

Kejelasan arah kebijakan moneter di negara maju tersebut mendorong mulai meredanya ketidakpastian pasar keuangan global. Selain itu, Perry mengatakan aliran modal sejauh ini mulai kembali masuk dan menurunkan tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market, termasuk Indonesia.

Ke depan, Perry mengatakan sejumlah risiko dapat kembali meningkatkan ketidakpastian perekonomian dunia. Beberapa di antaranya masih berlanjutnya ketegangan geopolitik, pelemahan ekonomi di sejumlah negara termasuk China, serta masih tingginya suku bunga kebijakan moneter dan kupon obligasi di negara maju. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler