Penyelundupan Ratusan Reptil dalam Koper Digagalkan di Jatim, Ada Satwa Dilindungi

Petugas mendapati sejumlah reptil kondisinya sudah mati.

Dok Karantina Jawa Timur
Pejabat Karantina Jawa Timur Satuan Pelayanan Tanjung Perak menggagalkan penyelundupan ratusan reptil.
Rep: Dadang Kurnia Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Petugas Karantina Jawa Timur (Jatim) Satuan Pelayanan Tanjung Perak menggagalkan upaya penyelundupan empat koper berisi ratusan reptil. Satwa itu dikirim menggunakan kapal KM Nggapulu. 

Baca Juga


Reptil yang diselundupkan dilaporkan terdiri atas delapan ekor kadal alias bengkarung lidah biru, 111 ekor kura-kura moncong babi, 50 ekor ular sanca hijau, dua ekor ular sanca air, dan tujuh ekor biawak.

“Dari lima jenis reptil yang kita amankan, terdapat dua jenis reptil yang dilindungi, yaitu ular sanca hijau dan kura-kura moncong babi. Semuanya tanpa dilengkapi dokumen karantina,” kata Pejabat Karantina Jawa Timur Satpel Tanjung Perak, Tri Endah, Selasa (9/1/2024).

Menurut Tri, saat diamankan, kondisi sejumlah reptil itu sudah mati. Diduga matinya sejumlah reptil itu akibat cara pengangkutannya yang tidak memperhatikan prinsip kesejahteraan hewan (animal welfare).

“Sebagian reptil tersebut dimasukkan ke dalam botol air mineral yang diberi lubang angin. Sebagian lainnya dibiarkan berserakan di dalam koper,” ujar Tri.

Menurut Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Jawa Timur Muhlis Natsir, ratusan satwa tersebut diserahkan ke Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Ia mengatakan, ular sanca hijau dan kura-kura moncong babi termasuk daftar satwa dilindungi.

Hal itu sebagaimana Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Permen LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

“Reptil-reptil ini masuk dalam kategori Apendiks II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora dan Fauna (CITES), yang berarti daftar spesies yang dapat terancam punah,” kata Muhlis.

Muhlis mengatakan, tindakan terkait lalu lintas satwa yang tidak dilengkapi dokumen karantina ini merupakan perbuatan melanggar hukum. Pasalnya, berisiko menularkan penyakit dan mengancam kepunahan satwa. 

Pelanggar ketentuan itu bisa diancam pidana sesuai Pasal 88 huruf a dan huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 2 miliar.

Selain itu, dapat dijerat Pasal 40 Ayat 2 juncto Pasal 21 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukumannya pidana penjara maksimal lima tahun.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler