Minuman Energi Timbulkan Pikiran untuk Bunuh Diri pada Anak dan Remaja, Kok Bisa?
Kandungan apa pada minuman berenergi yang memicu pikiran bunuh diri?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan analisis baru, anak-anak dan para remaja yang mengonsumsi minuman berenergi lebih berisiko mengalami pikiran untuk bunuh diri. Para ilmuwan menemukan berkafein tinggi dan tinggi gula mempunyai dampak "merugikan" terhadap kesehatan dan hasil sekolah anak-anak.
Penelitian besar yang diterbitkan dalam Public Health Journal, mengamati bagaimana minuman-minuman energi memengaruhi kesehatan mental dan fisik anak-anak. Hal ini menambah semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa aneka jenis minuman berkafein dapat menyebabkan serangkaian masalah kesehatan bagi anak-anak, termasuk sakit kepala dan perut hingga menjadi "pintu gerbang" menuju konsumsi minuman keras.
Penulis studi dr Shelina Visram dari Newcastle University di Inggris Timur Laut mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan temuan bahwa minuman berenergi dapat menyebabkan tekanan psikologis dan masalah kesehatan mental.
"Ini adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting yang perlu ditangani," ujar dr Visram, dilansir The Sun, Rabu (17/1/2024).
Studi tersebut menganalisis data dari 51 studi yang melibatkan 1,2 juta anak dari seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak laki-laki mengonsumsi lebih banyak minuman bersoda dibandingkan anak-anak perempuan.
Minuman-minuman bersoda juga meningkatkan kemungkinan kinerja akademis yang buruk, masalah tidur, kecemasan, depresi, dan kebiasaan-kebiasaan makan yang tidak sehat. Sementara itu, anak-anak yang minum alkohol lebih mungkin terlibat dalam perilaku berisiko seperti penggunaan obat-obatan terlarang, kekerasan, dan hubungan seks yang tidak aman, demikian temuan mereka.
Sekaleng minuman berenergi rata-rata memiliki jumlah kafein yang sama dengan minuman espresso. Mereka juga mengandung bahan aktif lainnya, seperti guarana dan taurin.
Asupan kafein harian dalam jumlah sedang hingga 400 mg direkomendasikan untuk para orang dewasa, namun hanya sedikit penelitian mengenai tingkat-tingkat yang dapat ditoleransi untuk para remaja dan anak-anak. Kaleng biasa juga mengandung lebih dari batas tambahan gula harian anak yang direkomendasikan oleh National Health Service (NHS), yaitu 19-24 gram per hari, tergantung usia.
William Roberts, dari Royal Society for Public Health mengatakan tinjauan penting ini menambah semakin banyak bukti bahwa minuman-minuman energi dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental anak-anak dan para remaja, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
"Itulah mengapa kita memerlukan Pemerintah Inggris Raya untuk meningkatkan dan mewujudkan komitmennya pada tahun 2019 untuk melarang penjualan minuman-minuman energi kepada anak di bawah 16 tahun," ujar Roberts.
"Dalam melakukan hal ini, mereka tidak hanya mengikuti bukti yang ada tetapi juga mengikuti contoh negara-negara yang telah membatasi penjualan kepada anak-anak, sebuah langkah yang didukung oleh mayoritas masyarakat," katanya.
Para menteri mengusulkan pelarangan penjualan minuman energi kepada anak di bawah 16 tahun pada 2019, namun belum dilaksanakan. Banyak para pengecer di Inggris Raya (UK) secara sukarela menolak mengizinkan generasi muda membeli minuman tersebut.
Gavin Partington, dari British Soft Drinks Association (BSDA), mengatakan Kode Praktik sukarela BSDA mengenai minuman-minuman energi, yang diperkenalkan oleh dan untuk anggota BSDA pada tahun 2010, berisi sejumlah poin ketat mengenai pemasaran yang bertanggung jawab. Artinya, anggota BSDA tidak memasarkan atau mempromosikan minuman energi kepada anak-anak di bawah 16 tahun, dan mereka juga tidak mencicipi produk untuk kelompok usia tersebut.
Selain itu, menurut Partington, produk minuman energi anggota BSDA memiliki catatan peringatan yang menyatakan “tidak direkomendasikan untuk anak-anak". Ia menyebut anggota BSDA tetap berkomitmen untuk mendukung penjualan minuman energi yang bertanggung jawab.