Anak TK Jadi Pelaku Kekerasan Seksual, KPAI: Perlu Perbaikan Sistem Pengasuhan Anak
Anak TK di Pekanbaru menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap teman sebaya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, menyebut bahwa anak-anak, bahkan usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), rentan terpapar pornografi. Hal itu disampaikannya untuk merespons kasus kekerasan seksual oleh anak laki-laki usia taman kanak-kanak (TK) terhadap sesamanya di Pekanbaru, Riau.
Jasra pun menyoroti perlunya pendidikan figur bagi anak-anak usia dini. Sebab, mereka cenderung meniru perilaku orang di sekitarnya.
Kasus kekerasan seksual oleh anak usia lima tahun tersebut, menurut Jasra, dapat menjadi momen koreksi bersama sekaligus menekankan perlunya evaluasi pengajaran untuk menjawab kebutuhan esensial anak. Kelayakan pengasuhan sebagai pencegahan utama sebelum terjadinya peristiwa kekerasan seksual juga perlu disorot.
Berkaca dari kasus di Pekanbaru, Jasra mengingatkan akan pentingnya pengesahan RUU Pengasuhan Anak. Ia menyebut sangat penting untuk memastikan anak mendapatkan pengasuhan yang layak dari berbagai unsur, termasuk keluarga, keluarga besar, keluarga derajat ketiga, keluarga pengganti, dan lembaga asuh.
Anak-anak, menurut Jasra, sejak dini harus diselamatkan dari situasi pengasuhan tidak layak. Dia menyebut bahwa peristiwa kekerasan seksual adalah fenomena puncak dari kurangnya perhatian terhadap pengasuhan yang layak. Dengan itu, dia mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam mendorong perbaikan sistem pendidikan dan pengasuhan anak di Indonesia.
"Anak bisa mencontoh memperlakukan orientasi seksualnya dengan sejenis, artinya tidak mungkin bila anak tidak melihat perilaku yang sama, ini yang perlu didalami agar situasi di sekitar anak berubah," ujar Jasra kepada Republika.co.id, Kamis (18/1/2024).
Jasra pun mendesak semua lembaga pendidikan untuk memiliki sistem pencegahan dan deteksi dini. Di samping itu, pendidikan kesehatan anak, terutama terkait organ reproduksi, juga diperlukan. Lalu, perlu ada ruang dialog sebagai penanda kedekatan antara anak dengan orang tua dan guru.
"Saya kira ruang dialog yang menandakan kedekatan anak dengan orang tua, guru, menjadi sangat penting ya," kata dia.
Dalam konteks hukum, Jasra menyebutkan adanya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang baru dapat mengakomodir kebutuhan pemulihan korban. Pada anak di Pekanbaru, misalnya, pendampingan dibutuhkan untuk membantu keluarga korban yang tak siap menghadapi perubahan perilaku anak setelah mengalami kekerasan seksual.
"Meskipun UU tersebut telah siap, tahapan, sarana, dan petugas yang memadai, serta adanya program jangka panjang untuk mendukung anak-anak tersebut juga penting," ujarnya.